PALANGKA RAYA-Harga cabai di pasar-pasar tradisional Palangka Raya tak kunjung melandai. Kian hari harga cabai kian melonjak hingga menembus angka Rp110.000 per kilogram (kg). Kondisi itu dipicu tidak maksimalnya produksi cabai petani. Permasalahan itu menjadi tantangan bagi petani serta penyuluh pertanian untuk mencari solusi agar produksi cabai tidak terganggu oleh musim.
Lurah Kelurahan Kalampangan, Yunita Marina menerangkan, alasan utama harga cabai melambung tinggi karena saat ini sudah memasuki musim hujan yang tentu akan berdampak pada tanaman. Tak jarang muncul penyakit atau jamur pada tanaman. Itu cukup berpengaruh pada minimnya produksi cabai di Kalampangan.
“Produksinya tidak maksimal, otomatis jadi mahal harga jualnya,” ucapnya saat dikonfirmasi Kalteng Pos via telepon, Senin (20/11).
Potensi pertanian cabai di Kalampangan tidak begitu banyak. Karena tidak semua petani menanam cabai. Pertanian yang dikembangkan di Kalampangan berhubungan dengan tanaman pekarangan. Seperti bayam, kangkung, sawi, dan jagung. “Menjelang tahun baru, para petani lebih banyak menanam jagung,” ucapnya.
Dikatakan Yunita, masa panen cabai tidak tiap bulan. Biasanya cabai merah dipanen pertama kali pada umur 70-75 hari setelah tanam di dataran rendah dan pada umur 4-5 bulan di dataran tinggi, dengan interval panen 3-7 hari. Untuk cabai rawit bisa dipanen setelah berumur 2-3 bulan sesudah disemai. Panen berikutnya dapat dilakukan 1-2 minggu, tergantung kesuburan tanaman.
“Kembali lagi, ini kan sudah masuk musim penghujan, jadi hasil produksi cabai mengalami penurunan,” katanya
Yunita menuturkan, selain faktor cuaca yang menjadi kendala petani cabai di Kalampangan, pihaknya masih belum menemukan solusi yang tepat. Upaya-upaya untuk mengantisipasi sudah sering dilakukan, tetapi tetap saja ada kendala yang ditemui sehingga berpengaruh pada hasil produksi.
Karena itu, ia berhatap dinas terkait dan para penyuluh pertanian lebih ekstra dalam melakukan pendampingan kepada para petani.
“Misalnya saat musim hujan, apa sih kira-kira kendala yang dihadapi petani dan apa solusinya, para penyuluh pertanian harus lebih aktif lagi,” jelasnya.
Terpisah, Suwarno yang merupakan petani cabai di Kalampangan menuturkan, menanam cabai itu gampang-gampang susah. Saat musim hujan, tanaman rentan terkena jamur, sehingga butuh perhatian lebih. Apabila terjadi kelembapan berlebihan, maka besar kemungkinan menimbulkan patek.
“Bahkan saya sering gagal panen gara-gara patek,” ujar Suwarno saat ditemui Kalteng Pos di kebunnya.
Jika masa panen cabai tiba, lelaki berusia 45 tahun tersebut sering menjualnya di Pasar Kalampangan, ke pedagang-pedagang di kota, maupun dengan sesama petani.
“Soalnya pedagang yang di Kota Palangka Raya itu mayoritasnya orang Kalampangan, jadi mereka beli dari sini, lalu jual lagi di kota,” katanya.
Beberapa wilayah mengalami musim pancaroba akhir-akhir ini. Hal itu berdampak pada produksi tanaman cabai. Apabila hujan lebat terjadi terus-menerus, potensi munculnya patek cukup tinggi. Sementara pada musim kemarau, kurangnya air menjadi penyebab utama gagal panen.
“Beberapa waktu lalu kan sempat kemarau panjang. Lumayan sulit kami mencari air,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura, Herning R mengatakan, seiring memasuki musim hujan, para petani mulai berlomba-lomba menanam, termasuk cabai. “Petani cabai kita tetap selalu menanam cabai, apalagi saat ini sudah memasuki musim hujan,” ucapnya.
Herning mengatakan, di Kecamatan Rakumpit, lahan yang ditanami cabai sekitar 3,5 hektare. Kalau panen, satu hektare akan menghasilkan sekitar 6 hingga 7 ton. Sedangkan di Kecamatan Kalampangan, penanaman cabai terus dilakukan tanpa henti.
Pemerintah melalui DPKP kemungkinan akan menambah luas penanaman cabai. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan cabai masyarakat Palangka Raya. Sedangkan kendala yang dihadapi petani saat ini, lebih pada harga pupuk nonsubsidi serta obat-obatan yang cukup mahal.
Staf Ahli Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan (Ekbang) Yuas Elko mengatakan, berdasarkan pantauan mingguan, inflasi Kalteng sebesar 2,22 persen dan berada di urutan 26 secara nasional.
“Komoditas yang menjadi penyumbang inflasi itu kan cabai rawit dan cabai merah, dua komoditas pangan yang harganya fluktuatif, naik turun terus,” beber Yuas kepada wartawan usai mengikuti rapat pemantauan inflasi mingguan bersama Mendagri RI di Kantor Gubernur Kalteng, Senin (20/11).
Karena itu, permasalahan itu harus menjadi perhatian pemerintah melalui organisasi perangkat daerah (OPD) terkait demi mengendalikan inflasi. “Dengan upaya itu diharapkan inflasi tidak disumbang oleh komoditas lainnya,” tambahnya.
Selain cabai rawit dan cabai merah, Yuas menyebut komoditas pangan yang turut mengalami fluktuasi harga adalah daging ayam ras. Beras premium juga mengalami fluktuasi harga, meski tidak signifikan. Menurutnya, harga cabai dan daging ayam ras mengalami kenaikan di dua daerah sampel inflasi Kalteng, yakni Palangka Raya dan Kotawaringin Timur.
“Jika saya lihat dari data paparan dinas ketahanan pangan, sebenarnya hampir seluruh kabupaten dan kota, di Murung Raya harga cabai pun naik, di tiap daerah itu bervariasi, itu kondisi pekan lalu,” tuturnya.
Statistisi Ahli Madya Badan Pusat Statistik (BPS) Kalimantan Tengah (Kalteng), Ahmad Tantowi mengatakan, di bulan November ini harga cabai memang cenderung mengalami kenaikan. Hal itu bisa dilihat dari Informasi Harga Pangan Strategis (IHPS) Bank Indonesia (BI).
“Dilihat di IHPS punya BI, harga cabai memang cenderung naik. Adanya perbaikan jalan di jalur Kasongan – Sampit cukup memengaruhi distribusi ayam dari Banjarmasin, yang kemudian berdampak pada kenaikan daging ayam ras di Sampit,” beber Tantowi kepada Kalteng Pos, Senin (20/11).
Pada Oktober lalu, selain beras, komoditas seperti daging ayam ras dan cabai rawit sudah masuk lima besar komoditas yang punya andil besar terhadap inflasi di Kalteng, baik di Palangka Raya maupun Sampit.
“Melihat kondisi sekarang, selain memastikan ketersediaan, juga kelancaran distribusi harus dipastikan lancar, karena dengan adanya perbaikan jalan, distribusi agak terganggu,” tuturnya. (ham/mut/dan/ce/ala)