Rasa senang terpancar jelas pada raut wajah Miranda Gratia Parhusip yang baru dilantik dan diambil sumpah dokter, setelah menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Palangka Raya (UPR). Kebahagiaan itu kian lengkap karena ia berhasil mendaptkan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,61 dan lulus dengan predikat sangat memuaskan.
AGUS JAYA, Palangka Raya
MEMILIKI kepribadian yang suka menolong sesama, ditambah latar belakang keluarganya yang sebagian besar berprofesi sebagai dokter (kakek, ayah dan ibunya merupakan dokter), tak heran jika sejak kecil Miranda Gratia Parhusip sudah memiliki cita-cita menjadi seorang dokter.
“Karena sering melihat mereka (kakek dan ayah) menolong masyarakat, saya juga ingin ikut melayani dan membantu sesama,” kata Miranda kepada Kalteng Pos saat ditemui di rumahnya, Kompleks Perumahan Pemda, Jalan G Obos, Palangka Raya, Selasa (8/8).
Keinginan gadis kelahiran Medan, 3 Desember 1999 itu akhirnya terwujud setelah lulus dari FK UPR tahun ini dan mengambil sumpah dokter.
“Setelah melewati proses pendidikan yang panjang, belajar banyak teori dan mengikuti kegiatan praklinik, ditambah mengurus skripsi, puji Tuhan semuanya lancar,” kata Miranda yang mengaku sangat bersyukur karena bisa melewati seluruh proses pendidikan kedokteran di FK UPR.
Miranda bercerita, ia masuk FK UPR pada tahun 2017 lalu. Perempuan yang mengaku menempuh pendidikan SD hingga SMA di kota kelahirannya, Medan, menceritakan bahwa saat pertama kali masuk perkuliahan di FK UPR tahun itu, ada 58 orang mahasiswa yang terdaftar.
Anak dari pasangan dr. Mual Bobby Enrico Parhusip, Sp.P(K) dan dr. Lucy Meylani Elizabeth Pakpahan, Sp.KKLP merupakan kelompok mahasiswa pertama dari angkatan 2017 yang lulus menjadi dokter.
“Dari 58 orang mahasiswa angkatan 2017, kami 8 orang pertama yang disumpah menjadi dokter,” kata dokter yang mengaku menyelesaikan pendidikan SMP dan SMA di Sekolah Katolik Santo Thomas 1, Medan.
Miranda juga menceritakan kisah perjuangan selama menempuh pendidikan di FK UPR. Seperti kegiatan selama masa perkuliahan, perjuangan ketika menyusun skripsi saat pandemi Covid-19, dan pengalaman saat menjalani koas di RSUD dr Doris Silvanus Palangka Raya.
Ia mengakui bahwa studi menjadi seorang dokter cukup berat. “Banyak belajar teori dan juga praklinik yang harus kita pelajari dan jalani,” tuturnya.
Selain sibuk dengan kegiatan belajar di kampus, Miranda juga aktif dalam kegiatan organisasi di kampus UPR. Salah satunya organisasi kemanusiaan.
“Saya bergabung dengan tim bantuan medis Tingang Menteng,” ungkapnya sembari menyebut pernah menempati jabatan sebagai penangung jawab divisi operasional tim bantuan medis Tingang Menteng.
Selama menjalani koas, ada banyak pengalaman berkesan yang dialami. Perempuan yang masuk FK UPR lewat jalur seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN) wilayah barat itu menjalani koas selama dua tahun di RSUD dr Doris Silvanus dan Puskesmas Pahandut.
Pada awal menjalani koas, saat memeriksa pasien, ada rasa waswas dan khawatir. “Karena waktu koas, saya banyak bertemu pasien yang penyakitnya beragam,” kata Miranda.
“Jadi awalnya agak takut, khawatir nanti salah diagnosis,” sambungnya.
Namun karena ada dokter berpengalaman yang mendampingi, rasa khawatir itu sedikit berkurang. Apalagi ada masukan dan dukungan dari keluarga, terutama kakek dan ayahnya yang merupakan dokter berpengalaman, membangkitkan kepercayaan diri Miranda.
Ada pengalaman berhadapan langsung dengan jenazah saat menjalani koas di stase forensik. Ada pula pengalaman pertama kali menolong pasien wanita yang akan bersalin. Juga saat menghadapi kondisi pasien yang akhirnya tidak bisa tertolong lagi (meninggal dunia).
Pengalaman pertama menolong pasien yang akan melahirkan dialami saat ia diperbantukan bertugas di bagian UGD RSUD dr Doris Silvanus bersama empat rekan mahasiswa FK yang juga menjalani koas di bagian UGD itu.
“Waktu itu kami berempat yang menghadapi, sempat waswas dan blank juga, tetapi akhirnya saya bisa fokus karena dibimbing sama dokter spesialisnya dan kakak-kakak perawat, akhirnya pasien bisa ditangani,” katanya.
Saat bertugas di UGD, juga merupakan pengalaman pertama Miranda berhadapan dengan pasien yang ditangani, tetapi akhirnya tidak tertolong alias meninggal dunia. Pasien itu merupakan korban tabrakan.
“Saat itu saya sangat sedih, apalagi melihat keluarganya menangis, jadi ingin ikut menangis, rasanya sangat sedih,” ucapnya.
Miranda sangat bersyukur bisa lulus saat pada percobaan pertamanya mengikuti uji kompetensi mahasiswa program profesi dokter (UKMPPD) yang diselenggarakan oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
“Senang sih bisa langsung lulus, saya rasa itu mukjizat dan bukti penyertaan Tuhan, sehingga saya bisa lulus,” ujarnya. Miranda berharap dengan menjadi seorang dokter, ia dapat mengabdi untuk masyarakat.
“Harapan saya bisa membantu dan melayani masyarakat,” katanya.
Karena itu, Miranda berharap saat program internship nanti ditempatkan di daerah atau wilayah yang memang membutuhkan tenaga dokter. “Kalau bisa di daerah yang jauh dari sini, seperti di wilayah timur Indonesia seperti Papua atau NTT,” ujarnya.
Miranda punya keinginan untuk mengikuti program pendidikan menjadi dokter spesialis. Ia ingin menjadi dokter spesialis kandungan (dokter spesialis obstetri dan ginekologi), karena memang sangat dibutuhkan di Indonesia. “Penyebaran tenaga dokternya masih belum merata,” ujarnya.
Menurutnya, masih banyak cabang atau sub dari bagian spesialis kandungan yang belum digeluti oleh para dokter spesialis kandungan pada umumnya.
“Mungkin saya akan menggeluti ke (bagian) fetomaternal atau ke arah bayi tabung atau etiologi kanker, karena cabang itu masih sangat sedikit diminati dokter kandungan,” bebernya.
Miranda merasa bangga dan kagum pada putra-putri daerah (Kalteng, red) yang menempuh pendidikan di FK UPR. Menurutnya, putra putra daerah yang menempuh pendidikan di FK UPR memiliki semangat tinggi untuk menyelesaikan pendidikan, lalu kembali ke daerah asal masing-masing untuk mengabdi di tengah masyarakat. “Saya harap FK UPR bisa makin maju dan makin berkontribusi dalam memperluas pelayanan sektor kesehatan di Kalteng,” pungkasnya. (*/ce/ala)