Partai Kecil di Kalteng Berpeluang Dapat Kursi

- Selasa, 6 Juni 2023 | 15:13 WIB

PALANGKA RAYA-Pesta demokrasi pemilihan legislatif (pileg) bakal sengit. Ratusan bahkan ribuan calon legislatif (caleg) akan berebut kursi wakil rakyat baik tingkat kabupaten/kota, provinsi, maupun pusat. Komisi Pemilihan Umum (KPU) memastikan metode penghitungan suara pileg 2024 masih sama dengan metode yang digunakan pada 2019 lalu, yakni metode sainte lague.

Ketua KPU Kalteng Sastriadi menyebut, penentuan wakil rakyat tergantung dalam peroleh suara secara keseluruhan caleg dalam setiap daerah pemilihan (dapil). Kemudian proses penghitungan suara pileg diprediksi tetap menggunakan metode sainte lague. Metode ini diperkenalkan tahun 1910 oleh seorang matematikawan asal Perancis bernama Andre Sainte Lague.

Sastriadi menyebut, metode ini sudah pernah diterapkan pada pileg 2019. Metode Saint League adalah metode penghitungan suara yang menggunakan angka pembagi untuk mengalokasikan kursi yang diperoleh tiap partai politik dalam dapil.

“Hal itu tertera dalam pasal 415 (2). Sesudah partai memenuhi ambang batas parlemen, langkah selanjutnya adalah menggunakan metode Sainte Lague untuk mengkonversi suara menjadi kursi di DPR. Setiap partai politik yang memenuhi ambang batas akan dibagi dengan bilangan pembagi 1 yang diikuti secara berurutan dengan bilangan ganjil 3,5, 7, dan seterusnya,” kata Sastriadi kepada wartawan, Rabu (31/5).

Ia menjelaskan, bukan KPU yang menentukan siapa yang berhak duduk di DPRD kota maupun provinsi, tetapi berdasarkan hasil perolehan suara partai yang dihitung menggunakan metode Sainte Lague.

“Pembagiannya itu juga relatif, kalau sudah habis kursinya di pembagian tiga atau kelima, ya selesai, tapi kalau masih ada tersisa kursi, maka akan dilanjutkan dengan pembagian dengan bilangan ganjil selanjutnya,” bebernya.

Perihal kemungkinan pembelian suara dari caleg lain yang memiliki suara lebih banyak, Sastriadi menjelaskan bahwa hal itu tidak ada dalam aturan, bahkan dilarang, karena ada dasar dalam Undang-Undang Pemilu.

Terpisah, pengamat politik Dr Jhon Retei Alfri Sandi menjelaskan kelebihan metode Sainte Lague. Dengan menggunakan metode penghitungan ini, partai kecil mampu terakomodasi dan berpotensi duduk di kursi DPRD provinsi maupun kabupaten/kota, karena pada tingkatkan daerah tidak ada batas parlemen.

“Dengan sistem tersebut dan metode penghitungan itu, maka pada tataran provinsi dan kabupaten/kota akan terakomodasi, seluruh partai akan ikut penghitungan, partai kecilkan akan berpotensi mendapatkan kursi, beda hal pada tataran DPR RI yang mana harus memenuhi ambang batas parlemen empat persen untuk bisa dihitung dengan metode tersebut,” jelas Jhon Retei.

Menggunakan sistem ini sebenarnya lebih menguntungkan partai-partai kecil. Dengan catatan, perolehan suaranya tidak terlampau jauh.

Menurut Jhon, kekurangan dari sistem ini adalah memungkinkan keterwakilan tiap-tiap partai untuk menjadi wakil rakyat. Membuat sisi kuantitas terpenuhi, sementara sisi kualitas sedikit terabaikan.

“Dengan ini sebenarnya membuat parlemen lebih diwarnai dengan partai-partai yang ada. Persoalannya partai-partai yang baru ini, orang yang dipasang tentunya belum teruji seperti partai yang sudah mapan,” tuturnya.

Hal serupa juga disampaikan oleh Anggota DPRD Kalteng dari Partai Amanat Nasional, Tomy Irawan, bahwa sistem yang akan digunakan masih sama seperti yang diterapkan pada pemilu 2019.

“Berapa suara untuk bisa duduk di dewan provinsi, ya itu tergantung, tergantung perolehan partai setiap dapil, seperti saya pada tahun 2019 lalu dengan suara 13 ribu (dapil V) sudah bisa duduk satu kursi, tetapi kalau di dapil lain berbeda, dan karena saya suara terbanyak dalam dapil itu untuk caleg PAN, maka saya yang duduk,” beber Tomy.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Infrastruktur di Pedalaman Katingan Memprihatinkan

Minggu, 21 April 2024 | 14:00 WIB
X