PALANGKA RAYA-Pakan menjadi pemicu utama mahalnya harga ayam ras dan telur dari tingkat peternak hingga pedagang di pasar. Perlu upaya yang tepat untuk mengantisipasi agar kenaikan harga tidak terjadi. Daerah harus membangun pabrik pakan sendiri, agar peternak tidak menjerit lagi. Dengan begitu, harga ayam ras dan telur bisa stabil.
Permasalahan pakan ayam ras maupun ayam petelur ini menjadi perhatian serius Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalteng melalui Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Peternakan (DTPHP), dengan menyiapkan langkah jangka pendek hingga jangka panjang untuk mengantisipasi kenaikan harga ayam ras di Bumi Tambun Bungai.
Kepala DTPHP Provinsi Kalteng Hj Sunarti mengatakan, berdasarkan pemantauan satuan tugas (satgas) pangan beberapa hari lalu, penyebab utama kenaikan harga ayam ras dan telur karena naiknya harga pakan ternak.
“Berdasarkan pemantauan kemarin, tingginya harga pakan memang menjadi penyebab utama kenaikan harga daging ayam dan telur di Kalteng,” beber Sunarti kepada wartawan, Kamis (1/6).
Tingginya harga pakan, lanjut Sunarti, terjadi karena peternak lokal saat ini masih bergantung pada pasokan pakan dari luar daerah, seperti dari Pulau Jawa dan Kalimantan Selatan (Kalsel). Oleh karena itu, sebagai langkah jangka panjang, pihaknya membangun pabrik pakan di Kecamatan Parenggean, Kabupaten Kotawaringin Timur. Pabrik pakan ini diyakini mampu memproduksi pakan ternak dengan kapasitas produksi 30 ton per jam.
“Itu strategi jangka panjang dari kami agar peternak Kalteng tidak bergantung lagi pada pakan dari luar daerah, mudah-mudahan setelah dibangun pabrik pakan ini, peternak di Kalteng tidak menjerit lagi karena harga pakan yang tinggi,” tuturnya.
Sunarti menyebut, progres pembangunan pabrik pakan di Kota Sampit itu, sejauh ini dalam proses lelang. “Insyaallah selesai bulan November 2023,” ucapnya.
Di samping tingginya harga pakan ternak, bahan baku pakan ternak seperti jagung, saat ini masih belum memasuki masa panen. Menurut Sunarti, fenomena ini terjadi hampir di seluruh daerah di Indonesia.
“Tanaman jagung rata-rata panen bulan Agustus-September, ketika komponen jagung ini panen, nanti bisa menutupi atau menurunkan harga pakan ternak yang terlampau tinggi,” tambahnya.
Permasalahan tingginya harga jual daging ayam ras juga dipengaruhi oleh ketidakmampuan peternak lokal memenuhi kebutuhan daging ayam ras se-provinsi. Diuraikan Sunarti, kadang-kadang suplai daging ayam ras di Kalteng masih didatangkan dari Banjarmasin, karena suplai dari peternak lokal belum cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat se-Kalteng.
“Peternak lokal kita baru mampu membantu pemenuhan kebutuhan daging ayam ras di Kalteng sebesar 70 persen, makanya masih mendatangkan stok ayam ras dari luar daerah,” bebernya.
Sebagai langkah jangka pendek, lanjut Sunarti, pihaknya berencana melakukan intervensi pasar dengan menggelar operasi pasar sebagai tindakan awal menyikapi lonjakan harga ayam ras dan telur ayam di pasaran.
“Terkait pelaksanaan operasi pasar yang meliputi pasar penyimbang, pasar murah, dan sidak pasar, kami masih berkoordinasi dengan Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kalteng, kami sebagai institusi yang berkewenangan di urusan produksi siap men-support pelaksanaan operasi pasar itu,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagperin) Kalteng Aster Bonawaty mengatakan, operasi pasar berupa pasar penyimbang akan dilaksanakan usai pengadaan barang dilakukan. Ia menyebut saat ini pihaknya masih melakukan pemetaan terkait daerah-daerah yang perlu digencarkan operasi pasar.
“Yang dijual di pasar penyeimbang adalah bahan-bahan kebutuhan pokok, seperti daging ayam, telur, beras, cabai merah, dan cabai keriting, sejauh ini kami masih berkoordinasi dengan DTPHP dan Dinas Ketahanan Pangan,” ujarnya, kemarin.
Belakangan ini harga ayam di Kota Palangka Raya mengalami kenaikan drastis. Dari sebelumnya Rp35 ribu per kilogram, naik menjadi Rp50 ribu per kilogram. Asisten Setda Kalteng Bidang Perekonomian dan Pembangunan (Ekobang) Leonard S Ampung mengatakan bahwa kenaikan harga daging ayam ini sangat mungkin dipengaruhi mahalnya harga pakan.
“Kami telah melakukan sidak di Pasar Besar dan Pasar Kahayan dan menemukan adanya kenaikan harga daging ayam ras, kemungkinan kenaikan itu karena mahalnya pakan, sementara untuk distribusinya aman-aman saja, tidak ada kekosongan barang,” ucap Leo saat dihubungi, Rabu (1/6).
Dikatakannya, untuk mengatasi permasalahan ini, Pemprov Kalteng akan menggencarkan kembali pasar penyeimbang, khususnya di Kota Palangka Raya dan Sampit. Juga lebih memasifkan sidak pasar untuk memantau pergerakan harga.
“Kami akan terus memantau harga ayam di pasaran, termasuk melakukan sidak dan menggencarkan pasar penyeimbang,” katanya.
Karena akhir pekan ini Menteri Perdagangan akan datang ke Kalteng, maka pihaknya berencana untuk berdiskusi dengan sang menteri terkait kenaikan harga ayam.
“Semoga nanti akan ada bantuan, sehingga meringankan bagi para peternak ayam, karena kami melihat bahwa dari biaya produksi saja sudah besar modalnya, karena dipengaruhi harga pakan,” jelasnya kepada Kalteng Pos.
Pemprov Kalteng tengah mengupayakan agar bisa memproduksi bahan pakan ternak sendiri sehingga dapat menyeimbangkan antara supplier dengan pedagang. Gubernur, lanjut Leo, telah meminta Dinas TPHP mendirikan pabrik pakan ternak.
Daging Ayam Mahal, Pedagang Kentucky Pilih Kecilkan Ukuran
Mahalnya daging ayam beberapa pekan terakhir membuat para pedagang ayam Kentucky menjerit. Agar bisnis tetap berjalan, para pedagang memilih untuk mengurangi ukuran porsi daging. Dengan demikian tidak perlu menaikkan harga jual. “Sudah seminggu ini harga ayam melonjak di pasar,” kata Imansyah, pedagang ayam Kentucky di Palangka Raya.
“Naiknya cepat, turunnya lambat,” ucapnya lagi. Menurut Imansyah, harga ayam jarang stabil. “Kadang harga ayam kemarin dan hari ini tidak sama,” terangnya.
Dengan adanya lonjakan harga ini, lanjut Iman, ia terpaksa memotong ayam jualannya dengan ukuran lebih kecil dari biasanya.
“Saya kecilkan sedikit potongannya, tapi untuk bumbu dan yang lainnya tetap seperti biasa,” tuturnya.
Ia membeli ayam potong pada salah satu kerabatnya dengan harga Rp45.000. “Saya langganan sama dia, jadi harganya tidak separah di pasaran,” ungkapnya. Kendati demikian, ia tetap waswas karena harga ayam yang tak kunjung turun.
Iman menyebut harga ayam di pasaran mencapai Rp60 ribu per kilogram. “Saya sempat nanya, harganya ada yang Rp55.000, bahkan sampai Rp60.000 per kilo,” akunya.
Tentu hal ini menjadi keresahan masyarakat, terutama bagi yang tidak memiliki langganan. Walaupun Iman punya langganan, tapi tidak menutup kemungkinan sewaktu-waktu ia harus membeli ayam di pasaran jika langganannya tidak berjualan.
Sebagai pedagang ayam Kentucky, ia mengaku masih terbilang baru. “Saya baru jualan ini sekitar 6 bulan lalu,” ungkapnya.
Sebelumnya Iman merupakan pedagang ikan di pasar. Kemudian beralih profesi menjadi penjual ayam Kentucky. Dikatakannya, walaupun saat ini ada kenaikan harga ayam, ia tetap menjual produknya dengan harga normal.
“Harganya tetap sama kaya biasa, kalau saya naikkan, khawatir pelanggan saya keberatan, karena mayoritas pembelinya adalah pelajar dan mahasiswa, mereka juga pasti banyak keperluan, kalau semua serbanaik, kasian mereka juga,” ujarnya.
“Saya jual Kentucky ini dengan harga Rp8 ribu. Ketika harga ayam di pasar mulai mahal, saya putuskan memperkecil ukuran potongan daging ayamnya. Cari jalan yang sama-sama enaklah. Kalau harga ayam pas mahal, ya ukuran ayamnya saya perkecil, tapi kalau harganya sudah stabil, ya ukurannya saya buat normal lagi. Gitu aja strateginya,” ungkapnya. (dan/abw/*zia/*wls/ce/ala)