PALANGKA RAYA-Harga ayam ras di pasaran melambung tinggi akhir-akhir ini. Berdasarkan pengakuan sejumlah pedagang pada berita sebelumnya, harga ayam ras sepekan terakhir mengalami kenaikan sebesar 15-25 ribu rupiah. Dari harga Rp35 ribu menjadi Rp50-60 ribu.
Melonjaknya harga ayam ras ini disinyalir terjadi karena kerugian peternak sejak dua bulan terakhir dan melonjaknya harga pakan ternak.
Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), Andi Bustan mengatakan, ada dua penyebab tingginya harga ayam ras di pasar saat ini. Penyebab pertama adalah karena tingginya harga pakan ternak dan terus mengalami kenaikan tiap dua minggu sekali.
“Harga pakan yang tadinya 380 ribu rupiah, sekarang sudah 480 ribu rupiah, dan terus saja mengalami kenaikan, tidak mungkin peternak tidak menaikkan harga kalau harga pakan sedemikian tinggi, namanya orang berbisnis tentu memperhitungkan margin keuntungan,” kata Andi kepada Kalteng Pos, Rabu (31/5).
Penyebab kedua tingginya harga ayam ras juga dikarenakan dalam sebulan terakhir pasokan atau bibit ayam yang diternak berkurang akibat banyaknya peternak yang mengosongkan kandang karena mengalami kerugian sejak awal Ramadan hingga tiga minggu usai Idulfitri.
“Harga saat itu berkisar 16 ribu rupiah sampai 18 ribu rupiah per kilogram, harga yang relatif murah itu terjadi sejak awal Ramadan dan bertahan sampai tiga minggu setelah Idulfitri, kondisi ini membuat peternak menderita kerugian kurang lebih 5 ribu rupiah sampai 6 ribu rupiah per kilogram,” jelasnya.
Kerugian yang dialami peternak karena harga yang relatif murah tersebut, lanjut Andi, terjadi karena biaya overhead pabrik (BOP) yang seharusnya untuk satu kilogram ayam ras dengan harga pakan yang berlaku sekarang modalnya Rp23.200, dijual di bawah harga itu. Tak ayal, petani mengalami kerugian karena menjual terlalu murah, bahkan di bawah modal BOP.
“Bayangkan modalnya 23.200 rupiah, kalau dijual 16 ribu rupiah hingga 18 ribu rupiah, maka ruginya bisa 5 sampai 6 ribu rupiah per kilo, artinya dalam satu ekor ayam peternak merugi 12 ribu rupiah, ini mungkin yang tidak diketahui oleh pemangku kebijakan soal kerugian yang dialami para peternak,” tutur Andi.
Kerugian peternak selama kurang lebih dua bulan belakang ini, menurut Andi, tidak dipahami oleh pemerintah dan pihak terkait. Menurutnya kenaikan harga ayam ras merupakan hal yang wajar, jika melihat dari kondisi riil saat ini, sepanjang kenaikan yang dialami tidak terlalu tinggi. Sebab, harga jual ayam di kandang saat ini masih berkisar di angka Rp29.500 per kilogram.
“Kalau ada kenaikan sekarang, itu hal yang wajar, sepanjang kenaikannya tidak berlebihan, sekarang harga ayam ras di kandang 29.500 rupiah per kilo, misal kita genapkan saja 30 ribu rupiah, berarti seharusnya harga ayam di pasar itu minimal di angka 46 ribu hingga 47 ribu rupiah per kilo, atau bisa saja lebih tinggi lagi kalau brokernya mau untung,” ungkapnya.
Andi selaku Ketua Pinsar Provinsi Kalteng menilai operasi pasar yang dilakukan oleh Satuan Tugas (Satgas) Pangan masih belum berdampak secara optimal, khususnya pada intervensi harga untuk kebutuhan pokok seperti ayam ras. Sebab, lanjut Andi, Satgas Pangan itu bergerak sendiri-sendiri tanpa melibatkan Pinsar Provinsi Kalteng.
“Satgas pangan kadang-kadang saya lihat tidak melibatkan dari pihak Pinsar, padahal yang punya ayam dan menjual ayam di pasar itu adalah peternak yang tergabung di Pinsar, tapi Satgas Pangan cenderung bergerak sendiri-sendiri, oleh sebab itu akar masalahnya tidak pernah ketemu,” katanya.
Menurut Andi, dalam melihat dan melakukan intervensi pasar, pemerintah sebaiknya tidak hanya memperhatikan kebutuhan konsumen, tapi juga kebutuhan dan kondisi produsen selaku penyedia komoditas.
“Jangan cuman konsumen yang diperhatikan, tapi juga produsen. Sangat tidak mungkin nanti ada yang dijual jika tidak ada produsen yang bekerja. Para peternak, khususnya yang tergabung di Pinsar, tidak mungkin ingin terus merugi,” tuturnya.
Oleh karena itu, ia berharap agar pemerintah mengambil kebijakan yang tidak hanya berorientasi pada kenyamanan konsumen, tapi juga produsen. Andi menyebut, sejauh ini pemerintah tidak pernah melakukan subsidi terhadap kenaikan harga pakan ternak.
“Ketika harga pakan mahal, pemerintah bisa menolong peternak untuk memberikan subsidi, tapi saat ini tidak dilakukan. Ketika harga mahal, baru diributkan, tapi saat harga murah tidak memikirkan kondisi peternak yang merugi,” ujarnya seraya menyebut bahwa peternak Kalteng secara keseluruhan berjumlah ribuan dan kebanyakan mengalami kerugian.
Lebih lanjut Andi mengatakan, peternak yang tergabung sebagai anggota Pinsar di Kalteng yang memiliki kandang skala besar (populasi ayam >5.000 ekor), secara keseluruhan berjumlah 200 peternak. Sementara peternak skala kecil (populasi ayam 500 ekor-1.000 ekor), berjumlah ribuan dan tersebar se-Kalteng.
“Saya enggak bisa menyampaikan secara pasti totalnya, karena banyak sekali peternak anggota Pinsar yang memang sudah berjumlah ribuan dengan skala usaha kecil,” ucapnya.
Andi menyebut pasokan ayam ras di Palangka Raya dan sekitarnya, berdasarkan data Pinsar Kalteng, berada di angka 22.000-23.000 per hari.
“Kalau seluruh Kalteng, di luar dari Kabupaten Barito Selatan, Barito Timur, sampai ke Puruk Cahu, karena daerah-daerah itu memasok dari Banjar, pasokan ayam itu berjumlah 55.000 ekor per hari,” beber Andi sembari menyebut bahwa pasokan ayam masih cukup hingga dua minggu ke depan.
Menurutnya, selama dua minggu ke depan harga jual diprediksi stagnan di angka Rp50 ribu per kilo. Demi meminimalkan kenaikan harga ayam ras, Andi menyebut pihaknya akan berkoordinasi dengan seluruh pihak yang berkaitan dengan kondisi peternakan Kalteng saat ini.
“Harus ada koordinasi, koordinasinya nanti misal antara Pinsar Kalteng dan Pinsar Kalsel, pertama terkait pemasukan bibit agar bibit yang masuk itu jangan berlebihan dan jangan kurang, karena harus disesuaikan dengan kebutuhan. Lantas siapa yang menjembatani? Ya, pemerintah,” tandasnya. (dan/ce/ala)