Banyak Waktu Berdakwah, Dalam Setahun Hanya Dua Bulan di Rumah

- Sabtu, 29 April 2023 | 12:42 WIB

Kecintaan murid kepada guru tiada batas. Meski guru sudah meninggal dunia, cinta murid tetap ada. Seperti cinta kepada Guru Syeikh Irham Fachruzie. Ia merupakan keturunan ulama terkenal, yakni zuriat ketujuh dari Datuk Kalampayan sekaligus sepupu dari ulama besar Guru Sekumpul.

 

ANISA B WAHDAH, Palangka Raya

 

SYEIKH Irham Fachruzie merupakan salah satu pendakwah Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di Kalimantan Tengah (Kalteng). Ia lahir tahun 1952 di Martapura, Kalimantan Selatan (Kalsel). Zuriat ketujuh dari Datuk Kalampayan dan sepupu dari ulama besar Guru Sekumpul ini mengikuti warisan datuk-datuknya. Syeikh Irham Fachruzie melaksanakan dakwah yang dimulai di wilayah Kalsel.

Tahun 2002, ia datang ke Kalteng dan mulai berdakwah di kota-kota kecil. Di tahun yang sama, ia memboyong istri dan anak-anaknya untuk menetap di Kecamatan Ketapang, Kota Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim).

Setelah tiga tahun melaksanakan syiar di Kalteng, tahun 2005 ia berangkat ke Pulau Jawa untuk berdakwah di sana. Setahun kemudian, ia kembali lagi ke Kalteng. Terhitung dari 2006 hingga wafat tahun 2008, ia sering bolak-balik Kalteng-Jawa untuk syiar. Menjelang kematiannya, Syeikh Irham Fachruzie masih melaksanakan dakwah di Jawa, kembali ke Martapura, selanjutnya ke Sampit. Secara tiba-tiba ia mengalami serangan jantung dan dilarikan ke rumah sakit.

Syeikh Irham Fachruzie meninggal dunia pada usia 56 tahun, tepatnya tanggal 28 Agustus 2008. Meninggalkan seorang istri dan lima orang anak, tiga laki-laki dan dua perempuan. Saat itu anak-anak beliau masih sekolah. Anak terakhir masih berusia dua tahun. Permintaannya sebelum meninggal, agar dimakamkan di Kota Palangka Raya, bukan di Sampit atau di tanah kelahirnnya Martapura.

Putra pertamanya, Maulidi Malik Rahman satu-satunya anak yang hingga saat ini masih menetap di Sampit. Sedangkan istri dan empat anak lainnya sudah kembali ke Martapura. Beberapa waktu ke depan, sudah direncanakan, Maulidi sebagai zuriat pertama akan tinggal di Kota Palangka Raya untuk mengurus makam ayahnya.

“Sebelum meninggal, ayah saya meminta tanah kepada Pak Riban Satia yang saat itu belum menjadi Wali Kota Palangka Raya, katanya untuk makam ketika meninggal dunia, tapi perkataan itu dianggap bercanda oleh Pak Riban, ternyata benar, setelah meminta tanah untuk makam itu, ayah saya meninggal dunia,” ungkap Maulidi saat dibincangi Kalteng Pos di lokasi makam Syeikh Irham Fachruzie, Minggu (19/3).

Bukan tanpa alasan, keinginan Syeikh Irham Fachruzie untuk dimakamkan di Kota Cantik –julukan Kota Palangka Raya lantaran saat itu belum banyak makam guru besar yang bisa menjadi tempat ziarah umat Islam. Atas permintaan itu, setelah meninggal, jenazah Syeikh Irham Fachruzie langsung dibawa dan dimakamkan di Kota Palangka Raya, tepat satu wilayah dengan Masjid Al-Ikhlas, Jalan D.A Tawa 1, depan Kantor Kecamatan Jekan Raya, Jalan Mahir Mahar, lingkar luar Kota Palangka Raya.

“Saat itu masjid sudah terbangun, tapi belum sempurna, ayah saya dimakamkan tepat di sebelah kiri masjid,” beber pria kelahiran Martapura, 10 Agustus 1995.

Makam yang sudah berusia 15 tahun itu belum ada pengurusnya. Namun kondisi makam tetap bersih dan terawat. Banyak orang yang dengan tulus dan ikhlas merawat makam tersebut. Apalagi tidak ada keluarga di kota ini yang secara langsung merawat dan membersihkannya.

“Saya pribadi sudah berencana pindah dan tinggal di Kota Palangka Raya agar bisa mengurus makam ayah, dulu memang pernah terbentuk kepengurusan, tapi masih belum jalan,” ucap anak tertua dari zuriat Syeikh Irham Fachruzie ini.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Pantai Sungai Bakau Perlu Tambahan Fasilitas

Minggu, 14 April 2024 | 15:00 WIB

Warga Serbu Pusat Perbelanjaan di Kota Sampit

Minggu, 14 April 2024 | 10:26 WIB
X