Malaria, Penyakit Dalam yang Berbahaya

- Rabu, 26 April 2023 | 10:29 WIB

Dokter Didin Retno Endah Palupi menjelaskan bahwa malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Parasite plasmodium. Parasit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang terdiri dari dari lima spesies, yakni Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium malariae, dan Plasmodium knowlesi. Namun parasit yang terakhir disebutkan di atas belum banyak dilaporkan di Indonesia.

Penyakit ini memiliki gejala utama yaitu demam (tergantung jenis malaria). Sifat demam akut (paroksismal) yang didahului oleh stadium dingin (menggigil), diikuti demam tinggi, kemudian berkeringat banyak.

“Gejala klasik ini biasanya ditemukan pada penderita nonimun (berasal dari daerah nonendemis). Selain gejala klasik itu, dapat ditemukan gejala lain seperti nyeri kepala, mual, muntah, diare, pegal-pegal, dan nyeri otot. Gejala tersebut biasanya dialami orang-orang yang tinggal di daerah endemis (imun),” beber Didin yang juga merupakan Ketua KSM Penyakit Dalam.

Malaria dapat didiagnosis melalui pemeriksaan fisik dan tes diagnostic cepat atau rapid diagnostic test (RDT). RDT dilakukan untuk mendeteksi keberadaan dan jenis parasit yang ada di dalam tubuh seseorang hingga menyebabkan malaria. Hasil dari RDT ini juga sangat penting untuk menentukan jenis pengobatan anti malaria yang akan diberikan kepada penderita. Selain RDT, ada pula pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah. Pemeriksaan ini terdiri dari dua jenis, yakni pemeriksaan tetes tipis hapusan darah dan pemeriksaan tetes tebal hapusan darah.

“Upaya pencegahan malaria adalah dengan meningkatkan kewaspadaan terhadap risiko malaria, mencegah gigitan nyamuk, pengendalian vektor, dan kemoprofilaksis. Pencegahan gigitan nyamuk dapat dilakukan dengan menggunakan kelambu berinsektisida, repelen, kawat kasa nyamuk, dan lain-lain,” tambahnya saat diwawancara Kalteng Pos, Sabtu (22/4).

Didin menjelaskan, pengobatan malaria yang dianjurkan saat ini adalah dengan pemberian artemisinin-based combination therapy atau terapi kombinasi berbasis artemisinin (ACT). Pemberian kombinasi ini untuk meningkatkan efektivitas dan mencegah resistensi. Malaria tanpa komplikasi diobati dengan pemberian ACT secara oral, sedangkan malaria berat diobati dengan injeksi artesunat dan dilanjutkan dengan ACT oral. Terapi suportif yang dapat diberikan untuk pasien malaria adalah terapi cairan, transfusi darah, terapi simtomatik, koreksi kondisi asidosis, dan hipoglikemia.

"Semua penderita malaria berat harus ditangani di rumah sakit (RS) atau puskesmas perawatan. Bila fasilitas maupun tenaga kurang memadai, misalnya jika dibutuhkan fasilitas dialisis, maka penderita harus dirujuk ke RS dengan fasilitas yang lebih lengkap. Prognosis malaria berat tergantung kecepatan dan ketepatan diagnosis serta pengobatan,” ungkap Didin yang juga merupakan Ketua Komkordik FK UPR-RSUD dr Doris Sylvanus.

Sering kali masyarakat salah memahami terkait malaria dan cara pengobatannya. Kadang tidak menyadari sedang menderita malaria, sehingga terlambat berobat ke fasilitas kesehatan atau minum obat malaria tanpa berdasarkan ACT sehingga rentan menimbulkan resistensi terhadap salah satu atau lebih obat malaria. Bisa juga terjadi kesalahpahaman atau mengonsumsi obat malaria tidak sesuai petunjuk dokter atau tenaga kesehatan serta tidak menerapkan pencegahan malaria dengan baik.

“Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat menyebabkan kematian, terutama pada kelompok risiko tinggi seperti bayi, anak balita, dan ibu hamil,” sebutnya. (abw/irj/ce/ala)

 

 

KABUPATEN/KOTA YANG SUDAH MENDAPAT SERTIFIKAT MALARIA

 

TAHUN KABUPATEN/KOTA

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Tujuh Daerah di Kalteng Ini Terima Teguran KPK

Jumat, 26 April 2024 | 10:45 WIB
X