Ulama yang dikenal sebagai Syaid Sulaiman ini, bersama para panglima dan pejuang tinggal di Kampung Santalar hingga meninggal dunia. Belakangan warga menemukan keberadaan makam ulama ini dan makam para panglima.
ROBY CAHYADI, Muara Teweh
PENDIRI Masjid Nurul Yaqin, Syaid Sulaiman bersama para panglima dan pejuang tinggal di Kampung Santalar hingga meninggal dunia. Namun selama ini keberadaan makam ulama dan para panglima itu tidak banyak yang mengetahuinya.
Hal itu tak lepas dari pesan Syaid Sulaiman, yang menginginkan agar penduduk setempat tidak memberitahu keberadaan makamnya dan para pengikut. Dikhawatirkan jika pihak Belanda mengetahui makamnya dan para pejuang, maka keturunan dan murid-muridnya akan diburu.
“Pesan ulama ini dijaga turun-temurun, sehingga warga tidak berani mengungkap keberadaan makam,” tutur Monte Kaliansyah, tokoh masyarakat yang juga seorang aktivis kepada Kalteng Pos, Kamis (23/3).
Menurut Monte, sapaan akrabnya, Syaid Sulaiman mengajarkan kepada penduduk setempat ilmu tasawuf, ilmu tauhid, ilmu fiqih, dan bela diri. “Termasuk mengajarkan Kitab Sabilal Muhtadin dari ulama besar Kalimantan, Muhammad Arsyad Al Banjari,” ungkap mantan pengurus KNPI Barito Utara ini.
Monte yang dikenal aktif di organisasi Karang Taruna, mengetahui fakta-fakta keberadaan makam ulama dan pejuang di kampung tersebut. Rumah Monte berada persis paling ujung Kelurahan Montallat, berhadapan dengan Masjid Jami Annur Montallat.
Monte mengajak saya (penulis, red) melihat langsung keberadaan makam ulama Syaid Sulaiman.
“Memang Kampung Santalar sudah ditinggalkan penduduk, karena berpindah ke muara Sungai Montallat,” ucapnya. Namun bekas-bekas perkampungan dan peninggalan bersejarah lainnya masih bisa dilihat.
Makam Syaid Sulaiman diketahui berada di ujung Kelurahan Montallat. Dahulunya makam tersebut berada di sekitar perkampungan Santalar. Di dekat makamnya terdapat empat makam yang diduga masih memiliki hubungan keluarga dengan Syaid Sulaiman. Makam ulama ini sudah dipasang atap multiroof dan bertiang kayu. Letaknya sekitar 300 meter dari perkampungan warga saat ini.
Menurut informasi warga setempat, makam Syaid Sulaiman sengaja tidak dibuat nisan dan disembunyikan keberadaannya, sesuai amanah dari sang ulama. Kala itu, sebelum meninggal, Syaid Sulaiman berpesan agar keberadaan makamnya tidak diberitahu kepada pihak Belanda maupun masyarakat luas, karena dikhawatirkan Belanda bersama antek-anteknya akan memburu murid dan keluarganya.
Kini lokasi Kampung Santalar kala itu sudah tidak ada lagi. Yang tersisa hanya makam-makam. Bekas tiang maupun bagian bangunan lain pun tidak terlihat sama sekali. Padahal dahulu kampung ini sangat ramai. Letaknya persis di muara Sungai Montallat. Dahulu orang menyebutnya Sungai Santalar. Bahkan di seberang sungai ini terdapat pos markas KNIL Belanda.
Namun kini lokasi itu berubah menjadi kebun karet dan dipenuhi semak belukar, karena sudah lama ditinggalkan warga. Karena sering dilanda banjir luapan Sungai Barito, warga pun menggeser permukiman ke arah hilir. (bersambung/ce/ala)