Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Palangka Raya Jayani mengatakan, untuk menangani masalahan perundungan ini, perlu terlebih dahulu dilakukan mediasi antara pihak pelaku dan korban. Berdasarkan laporan dari pihak sekolah, Jayani menyebut sudah ada pertemuan dan komunikasi aktif via telepon antara pihak korban dan pelaku.
“Kejadian itu antaranak saja awalnya, kalau menurut wali kelas dan kepala sekolahnya, anak dari pelapor ini, dalam hal ini korban, memang merupakan anak yang aktif, cenderung hiperaktif, dan enggak bisa diam,” beber Jayani kepada Kalteng Pos via telepon WhatsApp, kemarin.
Selain si korban, pelaku juga tak kalah aktif. Akhirnya timbul hal-hal yang mengarah pada upaya perundungan. Jayani menegaskan bahwa masalah ini sudah ditangani pihak sekolah. “Pihak sekolah sudah beri nasihat dan sebagainya, sudah dijelaskan untuk tidak boleh melakukan perundungan, kami juga tidak membenarkan itu,” tegasnya.
Dalam melakukan penanganan kasus perundungan di lingkungan sekolah, Jayani mengatakan sudah tentu masalah itu diselesaikan di sekolah. Jika di jenjang SMP ada guru bimbingan konseling (BK), maka di tingkat SD ada guru yang harus membimbing secara intens anak didik, terutama wali kelas, guru agama, dan guru pendidikan Pancasila.
“Kalau tidak bisa diselesaikan di tingkat sekolah, maka orang tua korban dan pelaku mesti dipertemukan dan dimediasi oleh guru, sehingga masalahnya bisa diselesaikan secara kekeluargaan,” jelasnya.
Ditegaskannya bahwa perundungan sangat tidak dibenarkan, terutama di lingkungan sekolah yang seharusnya menjadi tempat belajar yang aman dan nyaman bagi anak didik. Jayani menambahkan, melalui berbagai mata pelajaran yang diajarkan guru di sekolah, anak didik seharusnya sudah mendapat pemahaman bagaimana menghargai dan menghormati sesama. Ini merupakan bagian dari upaya pencegahan kasus perundungan.
“Ingat, yang namanya perundungan ini sudah diajarkan di banyak mata pelajaran, sudah terintegrasi dengan kurikulum di sekolah, seperti larangan tentang perundungan, tidak boleh mengejek, tidak boleh saling menghina, itu semua ada di mata pelajaran pendidikan Pancasila, olahraga, dan bahasa Indonesia,” katanya.
Ia menambahkan, apabila kurikulum terintegrasi sebagai jalan pemberian edukasi, dinilai tidak cukup untuk mencegah terjadinya kasus bullying di lingkungan sekolah, maka Disdik Kota Palangka Raya akan mempertegas sosialisasi, bahkan mengadakan simulasi sikap.
“Nanti akan ada sosialisasi dan simulasi di dalam beberapa keadaan, agar anak-anak ini menghindari bullying, seperti pemberian contoh-contoh dari perundungan, saya rasa itu lebih dalam bentuk nyata, praktikal, yang bisa dipahami anak-anak tingkat SD,” tandasnya.
Sementara itu, laporan kasus perundungan terhadap salah satu murid sekolah unggulan di Kota Palangka Raya ke Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Palangka Raya, mendapat respons dari pihak kepolisian. Hari ini kepolisian akan memanggil dan memeriksa pihak pelapor.
“Besok (hari ini, red) kami dipanggil untuk pemeriksaan atas laporan yang kami sampaikan ke Polresta Palangka Raya pada Senin (20/3) lalu,” ucap paman korban sekaligus paralegal kuasa hukum korban, Josman Siregar saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Kamis (23/3).
Josman mengatakan pihaknya akan mendampingi orang tua dan anak korban perundungan. Pemeriksaan akan dilaksanakan di Unit PPA Polresta Palangka Raya, Jumat (24/3) sekitar pukul 08.00 WIB.
“Kami akan mendampingi orang tua dan anaknya, semoga ada tindak lanjut kasus ini,” sebutnya. Pihaknya berencana mengikuti semua proses hukum karena sudah melaporkan kasus ini ke pihak penegak hukum. “Kami akan ikuti proses yang ada, kami tidak bisa mendahului bagaimana kelanjutannya nanti, yang pasti akan mengikuti prosesnya di kepolisian,” ucapnya.
Hingga kasus dini dilaporkan ke kepolisian, belum ada komunikasi lebih lanjut antara orang tua korban dengan pihak sekolah. “Sejauh ini tidak ada komunikasi dengan sekolah, karena kami sudah memutuskan untuk membawa kasus ini ke jalur hukum, ya kita lihat nanti seperti apa,” tutupnya. (*)