Banjir Gugatan Lahan Warisan

- Sabtu, 4 Februari 2023 | 12:24 WIB
Madie Goening Sius
Madie Goening Sius

Jauh sebelum ditetapkan tersangka perkara mafia tanah oleh Polda Kalteng, Radar Sampit pernah mewawancarai khusus Madie Goening Sius (69) pada 17 Maret 2021 silam. Kepada koran ini, pria uzur itu menceritakan pengalamannya mengurus tanah yang kerap dibanjiri gugatan ke pengadilan.

Gugatan pertama yang dihadapi Madie pada 2014 silam di Pengadilan Negeri Palangka Raya, dengan penggugat Erpin Jener Sirait dan empat orang lainnya. Mereka memperkarakan lahan yang diklaim milik Madie di Jalan Hiu Putih. Para penggugat memiliki legalitas berupa sertifikat.

Hasil sidang perkara perdata itu menyatakan Madie kalah. Namun, Madie mengaku melakukan banding ke Pengadilan Tinggi hingga Mahkamah Agung. Menurutnya, hasil putusan kasasi menyatakan dirinya menang.

Madie menjelaskan, kemenangan perkara itu karena Jalan Hiu Putih Induk dan Jalan Arwana, jarak yang diperkarakan lokasinya cukup jauh. Tidak sejalur dan berjarak sekitar 3 km dari lokasi tanah milik Madie.

”Mereka (penggugat) tetap bersikeras menyatakan menang dan sampai saat ini mereka dan saya belum menerima putusan MA,” ucap Madie.

Di tahun yang sama, Madie kembali digugat Hethi Baboe. Penggugat bersikukuh memiliki tanah di atas lahan yang diklaim Madie miliknya di Jalan Hiu Putih. Meski demikian, menurut Madie, sertifikat penggugat berlokasi di Jalan Badak.

Perkara itu telah diproses di Pengadilan Negeri dan dikeluarkan surat berkekuatan hukum tetap pada 1 Juli 2015. Madie menuturkan, pihak penggugat belum sampai mengikuti sidang berkas perkara sudah mengundurkan diri dan mengakui tanah yang diakuinya benar miliknya.

Pada 2021, Madie kembali menghadapi gugatan dari tiga warga, yakni Suparno, Suratno dan Dilar. Gugatan itu terkait lahan di Jalan Hiu Putih yang diklaim milik Madie. Pada putusannya, Pengailan Negeri Palangka Raya memenangkan para penggugat, sementara Madie kembali harus gigit jari.

Usahanya melakukan kasasi ke Mahkamah Agung pun gagal. Pada 3 Agustus 2022, MA resmi menolak kasasinya dan memperkuat putusan Pengadilan Tinggi dan PN Palangka Raya

Kepada Radar Sampit, meski kerap kalah gugatan, dia berusaha mempertahankan tanah warisan milik kakeknya. Tepat di depan rumah Madie yang dibangunnya pada 2004 lalu, terhampar ratusan pohon karet yang ditanamnya.

Sejak tahun 2014 itulah, Madie menyadari tanahnya bersengketa. Dia menduga, tanahnya mulai bersengketa sejak adanya pembukaan dan penimbunan, serta perbaikan jalan.

”Sebelumnya aman-aman saja. Dulunya di sini hutan. Belum ada jalan. Sekitar tahun 2014 mulai ada pembukaan dan penimbunan jalan. Mulanya dengan keringat sendiri saya membuka jalan. Beberapa kali saya ajukan ke Dinas PUPR ke Bidang Bina Marga agar dibangun jalan di Jalan Hiu Putih. Barulah pemerintah turun tangan,” katanya.

”Dulunya jembatan pengaringan belum ada, disini masih jalan setapak. Jalan Hiu Putih baru saja diaspal tahun 2020. Tidak ada sejarahnya Jalan Arwana berubah menjadi Jalan Hiu Putih. Dari dahulu, nama jalan ya tetap Jalan Hiu Putih,” tambahnya lagi.

Kepada Radar Sampit, dia menunjukkan secarik kertas lusuh berwarna oranye dengan tulisan yang sudah nampak kabur. Kertas itu bertuliskan ejaan lama, yakni Surat Pernyataan Tanah atau Verklaring Nomor 23/1960 yang dibuat pada 30 Djuni 1960. Dokumen itu ditandatangani Damang Kepala Adat Kahajan Tengah F Sahai dan diketahui Kepala Kampung Pahandut, Kecamatan Kahajan Tengah, Kewedanaan Kahajan, Kabupaten Kapuas, Daerah Swantantra Tingkat 1 Kalimantan Tengah.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Perumahan Dinas Guru di Katingan Jadi Arang

Rabu, 17 April 2024 | 12:57 WIB

Pantai Sungai Bakau Perlu Tambahan Fasilitas

Minggu, 14 April 2024 | 15:00 WIB

Warga Serbu Pusat Perbelanjaan di Kota Sampit

Minggu, 14 April 2024 | 10:26 WIB
X