Mental Teruji saat Koas di Masa Awal Pandemi Covid-19

- Rabu, 1 Februari 2023 | 14:34 WIB
Febianne Pujihu Panji Moetar
Febianne Pujihu Panji Moetar

Tidak mudah bagi dokter muda yang harus menyelesaikan ko-asisten (koas) di masa pandemi Covid-19. Baru pertama kali terjun ke lapangan, mental sebagai dokter muda betul-betul diuji. Begini cerita Febianne Pujihu Panji Moetar.

 

ANISA B WAHDAH, Palangka Raya

 

PADA 2020 lalu, pandemi Covid-19 baru dimulai. Penyebarannya yang cepat dan ganas menakutkan semua orang. Tidak terkecuali dokter. Apalagi dokter baru. Angkatan VII Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Palangka Raya (UPR) saat itu harus menjalani koas di RSUD dr Doris Sylvanus (RSDS) Palangka Raya. Otomatis berhadapan langsung dengan Covid-19. Sempat tertunda selama satu semester lamanya, lantaran belum ada standar operasional prosedur (SOP) bagi dokter muda menjalani koas.

September 2020, tepatnya enam bulan setelah Covid-19 terdeteksi di Kalteng pada 20 Maret, Febianne Pujihu Panji Moetar bersama 64 temannya memulai koas di RSDS. Mereka menjadi angkatan pertama dokter muda yang menjalani koas dengan SOP protokol kesehatan Covid-19.

“Kami angkatan pertama dokter muda yang menjalani koas di RSDS dengan menjalankan protokol kesehatan Covid-19, menggunakan alat pelindung diri (APD) lengkap level dua dan tiga,” kata Febi saat dibincangi Kalteng Pos, Minggu (29/1).

Tidak ada cuti ataupun penarikan selama masa koas. Febi bersama teman-temanya, harus menyelesaikan masa-masa koas berdampingan dengan pasien-pasien Covid-19 selama dua tahun.

“Sebetulnya saya harus mengikuti koas itu pada Maret 2020, tapi saat itu belum ada SOP koas masa pandemi, sehingga setelah SOP keluar barulah kami melaksanakan koas pada semester berikutnya, dimulai September 2020,” kata wanita yang meraih predikat lulusan terbaik II dengan IPK 3,69.

Koas dilaksanakan setelah ia menyelesaikan studi preklinik selama empat tahun, yakni pendidikan di kampus. Janji dokter yang sudah diucapkan saat wisuda S-1 kedokteran harus ditepati. Salah satunya siap menghadapi keadaan apa pun, termasuk saat kondisi pandemi Covid-19.

“Awalnya saya sangat takut dengan kondisi pandemi Covid-19, terlebih saat itu belum ada vaksin Covid-19, masyarakat yang terpapar dan pasien meninggal jumlahnya tidak sedikit. Namun saya sudah mengucapkan janji dokter bahwa akan selalu siap menghadapi kondisi apa pun di lapangan. Mental seorang dokter muda benar-benar diuji saat itu,” beber perempuan kelahiran Palangka Raya, 17 Februari 1997 ini.

Kondisi ini akan menjadi pengalaman tersendiri bagi Febi. Meski awalnya penuh kekhawatiran, tapi seiring berjalannya waktu ia bisa menjalani pelayanan sebagaimana seorang dokter muda. Bahkan sampai terpapar Covid-19 di stase terakhir mendekati ujian.

“Sempat terpapar, ada beberapa teman juga yang terpapar, saya terpapar Covid-19 mendekati ujian dan harus menjalani isolasi selama dua minggu, bersyukur masih bisa mengejar waktu untuk ujian,” ucapnya.

Empat tahun menjalani preklinik dan dua tahun koas merupakan perjalanan panjang bagi perempuan 26 tahun ini untuk bisa menyandang gelar dokter yang sesungguhnya. Lulus dengan predikat memuaskan bukanlah hal mudah bagi seorang mahasiswa kedokteran.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Tahun 2025 Kotim Ditarget Bebas Blankspot

Selasa, 7 Mei 2024 | 09:45 WIB

Penjarahan Sawit Ganggu Perekonomian Kalteng

Senin, 6 Mei 2024 | 14:15 WIB

Tabrakan di Jalan Gelap Tewaskan Dua Warga

Selasa, 30 April 2024 | 16:10 WIB
X