Kusta Serang Warga Usia Produktif

- Rabu, 25 Januari 2023 | 13:57 WIB

PALANGKA RAYA-Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) ternyata belum merdeka dari penderita kusta, penyakit menahun yang menyerang kulit dan syaraf manusia. Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalteng mencatat ada puluhan jiwa usia produktif yang menderita penyakit kusta selama 2022. Dua tahun terakhir, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) menjadi daerah dengan penderita kusta terbanyak (data lengkap lihat tabel).

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Provinsi Kalteng Riza Syahputra melalui Kepala Seksi (Kasi) Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) Rainer Danny Poluan Mamahit mengatakan, sampai saat ini penderita kusta masih tersebar di kabupaten/kota se-Kalteng.

Secara umum penderita kusta di Kalteng masih terbilang tinggi. Membandingkan data penderita kusta tahun 2021 dengan 2022, Danny menyebut, pada 2021 total ada 97 kasus kusta, sementara pada 2022 mengalami penurunan hingga 60 kasus. Kendati menunjukkan penurunan, sebaran kasus di beberapa kabupaten masih menjadi tanda tanya, sehingga data tersebut masih menyimpan keraguan besar.

Keraguan itu tercipta karena pertanyaan apakah upaya surveilans (penemuan kasus) di kabupaten/kota memang betul-betul dilakukan untuk mendeteksi kasus kusta atau tidak. Maka dari itu, data penurunan kasus masih diragukan, karena upaya penemuan kasus di beberapa daerah masih belum optimal.

“Makanya masih jadi pertanyaan apakah teman-teman di daerah ini surveilans penempuan penderita kustanya memang aktif atau tidak,” tutur Danny kepada Kalteng Pos via sambungan telepon WhatsApp, Selasa (24/1).

Danny menjelaskan, selain karena mandeknya pencarian kasus, kesadaran masyarakat terhadap penyakit ini cenderung masih rendah. Paradigma yang dianut masyarakat bahwa penyakit kusta hanyalah penyakit kulit biasa, padahal tidak sesepele itu.

“Kusta itu kan nanti ada bercak-bercak kulit putih, lalu gejala merah, lalu saat lokasi yang bercak-bercak itu mati rasa ketika ditekan, itu kemungkinan kena kusta,” jelasnya.

Perihal penyakit yang menyerang kulit dan syaraf ini, dijelaskan lebih lanjut oleh Dokter Spesialis Penyakit Kulit dan Kelamin (SPKK) dari RSUD dr Doris Sylvanus dr Nyoman Yudha Santosa SpKK. Menurutnya, penyakit kusta atau yang juga disebut lepra disebabkan oleh bakteri bernama Mycobacterium leprae. Penyakit itu menular lewat udara dan kontak fisik langsung dengan penderita dalam waktu yang lama.

“Kusta bisa tertular melalui kontak yang lama dan erat dengan penderita selama bertahun-tahun, tapi bisa juga melalui droplet atau percikan di udara, tapi penyakit ini menularnya lambat sekali, tidak seperti penyakit lainnya seperti Covid-19,” jelas Nyoman saat ditemui Kalteng Pos di ruang kerjanya, Selasa (24/1).

Penyakit kusta pada seseorang ditandai dengan mucnulnya bercak-bercak berbentuk bulat berwarna putih kadang kemerahan pada beberapa area tubuh seperti kaki dan lengan. Ketika bercak itu disentuh, tidak ada rasa sama sekali alias mati rasa. “Jadi kadang-kadang ketika dicubit di bagian itu, dia tidak merasa sakit karena sudah mati rasa,” ucapnya.

Mati rasa terjadi karena bakteri Mycobacterium leprae telah menyerang saraf-saraf gerak penderita. Nyoman menyebut, seringkali penderita kusta pada awalnya tidak sadar telah tertular. Kebanyakan enggan langsung memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan karena menganggapnya sebagai penyakit biasa.

“Awalnya tidak terasa, tapi kelamaan mereka akan merasa tangan dan kakinya kebas dan mati rasa, seringkali yang mati rasa itu di pergelangan tangan dan pergelangan kaki ke bawah, paling parah akan tidak merasa apa-apa lagi, contohnya ada pasien kusta yang menyetrika pahanya, tapi tidak merasa sakit sama sekali, padahal kulitnya sudah melepuh,” bebernya.

Nyoman mengatakan, mati rasa pada area tubuh yang muncul bercak itulah yang menjadi penanda utama seseorang menderita kusta atau lepra.

Apabila tidak ditangani secara cepat, akan terjadi penularan ke sekujur tubuh, bahkan sampai menyebabkan hilangnya beberapa bagian tubuh. Awalnya akan muncul borok atau luka di daerah kaki, tapi tidak terasa sakit sama sekali. “Kalau tidak cepat ditangani, bakteri itu akan makin menggerogoti bagian tubuh yang luka, dari yang awalnya lubang-lubang biasa hingga menghilangkan bagian tubuh itu,” tuturnya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Tahun 2025 Kotim Ditarget Bebas Blankspot

Selasa, 7 Mei 2024 | 09:45 WIB

Penjarahan Sawit Ganggu Perekonomian Kalteng

Senin, 6 Mei 2024 | 14:15 WIB

Tabrakan di Jalan Gelap Tewaskan Dua Warga

Selasa, 30 April 2024 | 16:10 WIB
X