Aruh, Seni Tari Kontemporer Kalimantan, Bunyi yang Bergerak dan Gerak yang Berbunyi

- Kamis, 12 Januari 2023 | 13:27 WIB

Bunyi-bunyi itu terejawantah dari gerak tubuh para penari, menyiratkan harapan untuk masa depan alam Kalimantan. Lewat tari Aruh, manusia diajak untuk menyelaraskan kembali hubungan dengan alam sebagai perenungan atas kondisi di berbagai lini kehidupan dewasa ini.

 

AKHMAD DHANI, Palangka Raya

 

 

RATUSAN penonton duduk berjejer di bangku tribun UPT Taman Budaya Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), Selasa malam (10/1). Mereka tak sabar menunggu penampilan seni tari yang katanya mengusung konsep baru. Ada yang sedikit beringsut ke bangku terdepan agar dapat melihat lebih jelas. Ada juga yang memilih duduk di bagian teratas tribun, menyaksikan dari jauh pertunjukan seni malam itu.

Tari Aruh yang ditampilkan malam itu merupakan teater terbuka yang membawa konsep baru di dunia sendratari. Kebanyakan yang hadir adalah para peminat seni tari. Terinspirasi dari nilai konvensional seperti ritual Dadas dan Balian Maratus, tari Aruh membawa nilai kontemporer. Menyuarakan berbagai kegelisahan masyarakat Kalimantan masa kini. Dari bunyi alam, bunyi sosial, bunyi politik, hingga bunyi kepercayaan.

 Suara denging terdengar melengking. Pertunjukan tari pun dimulai. Dari bangku penonton, suasana tampak mencekam. Lampu dipadamkan. Gelap. Suasana hening seketika. Kemudian dua penari menampakkan diri. Keluar dari balik tirai putih yang berjuntai tegap di sisi kiri dan kanan panggung. 

Selang lima menit, suara mendenging berganti dengan suara seruling yang terdengar sayu. Satu per satu penari muncul. Berjeda waktu beberapa menit, keluar dari balik tirai putih.Setiap penari memiliki gelang yang bertumpuk di lengan kanan dan kiri. Dihentak-hentakkan hingga menciptakan suara gemerincing. 

Makin banyak penari yang masuk panggung, gemerincing gelang makin nyaring terdengar. Awalnya bersahut-sahutan. Kemudian berbunyi bersamaan. Sebelas penari itu pun melingkar sempurna di atas panggung. Gemerincing gelang makin nyaring, selaras dengan lenggak-lenggok tubuh. Gelang yang bertumpuk di tangan masing-masing penari membentuk musik alami sepanjang penampilan. 

Panggung bundar berdiameter sekitar sepuluh tubuh orang dewasa itu menjadi pijakan bagi lima orang penari perempuan dan enam orang penari laki-laki yang tampil malam itu. Panggung tempat para penari melenggak-lenggokkan badan berlatarkan seperti nyiru besar, seukuran satu setengah kali jari-jari parabola. 

Sejak awal para penonton disajikan tampilan panggung yang mencekam plus suasana alami serasa di alam bebas. Mereka yang hadir dan melihat pertunjukan malam itu serasa ditarik oleh penampilan para penari untuk merasakan suasana alamiah. Musik yang berdengung sendu bertemakan alam berpadu dengan ritme gerak penari yang mendayu-dayu, makin menyiratkan keselarasan penari dengan musik alami.

Pada pertunjukan tari Aruh, penonton tidak dimanjakan dengan nada-nada musik yang dominan terdengar nyaring mengiringi gerak para penari seperti pertunjukan tari kebanyakan, melainkan disajikan dengan gerakan para penari serta suara-suara seperti gemerincing gelang, desisan, desusan, desahan, dan pekikan sambil membunyikan lantunan mantra, serta hentakan kaki. Bermacam nuansa ekspresi diperagakan para penari.

Musik latar tidak mengambil peran dominan, tapi hanya sebagai pengiring gerak para penari. Bukan musik latar yang jadi acuan para penari menyesuaikan ritme gerak dan kecepatan, melainkan musik latarlah yang menyesuaikan gerak para penari.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Perumahan Dinas Guru di Katingan Jadi Arang

Rabu, 17 April 2024 | 12:57 WIB

Pantai Sungai Bakau Perlu Tambahan Fasilitas

Minggu, 14 April 2024 | 15:00 WIB

Warga Serbu Pusat Perbelanjaan di Kota Sampit

Minggu, 14 April 2024 | 10:26 WIB
X