Penanganan Perkara Karhutla di Kalteng Lambat

- Sabtu, 6 Agustus 2022 | 12:40 WIB
Kondisi bencana kabut asap yang diakibatkan dari kebakaran lahan di wilayah Kalteng pada tahun 2025 silam. (Foto Dok Hendry Prie/Prokalteng.co)
Kondisi bencana kabut asap yang diakibatkan dari kebakaran lahan di wilayah Kalteng pada tahun 2025 silam. (Foto Dok Hendry Prie/Prokalteng.co)

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng menyambut baik putusan Mahkamah Agung RI yang menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) putusan perkara kebakaran lahan perkebunan seluas 970,44 hektare di Kabupaten Katingan pada 2015 lalu, yang diajukan oleh pihak PT Arjuna Utama Sawit (AUS). “Kami sangat apresiasi putusan hakim yang menolak permohonan PT AUS untuk peninjauan kembali atau PK perkara kebakaran lahan tahun 2015,” kata Direktur Eksekutif Walhi Kalteng Bayu Harinata kepada wartawan, Jumat (5/8).

Menurut Bayu, putusan majelis hakim Mahkamah Agung (MA) RI mencerminkan komitmen dalam hal penegakan hukum terkait persoalan lingkungan hidup di Indonesia. Hanya saja Bayu memberikan catatan terkait proses penegakan hukum terhadap perusahaan-perusahaan pembakar lahan di Kalteng, yang terkesan sangat lambat dan memakan waktu cukup lama.

“Kami menyayangkan saja upaya yang cukup lama dalam proses penegakan hukum seperti kasus ini, mulai dari proses persidangan sampai putusan pengadilan sudah inkracht, harusnya sudah dieksekusi,” ujar Bayu. Menurut Bayu, lamanya proses hukum kasus gugatan ini dinilai bisa berpengaruh terhadap proses persidangan, baik menyangkut isi putusan maupun terhadap pelaksanaan eksekusi putusan hukum. “Bisa saja selama proses hukum itu ada pengaruh atau intervensi dari pihakpihak berwenang, misalnya dari presiden atau dari gubernur atau bupati di mana perusahaan beroperasi,” katanya.

Kemungkinan adanya intervensi inilah yang dikhawatirkan Walhi bisa memengaruhi proses penegakan hukum dalam kasus kebakaran hutan dan lahan yang dilakukan oleh korporasi. Selain itu, pihak perusahaan sepertinya terus berusaha mengulur waktu dan mencari berbagai celah hukum demi menghindari pelaksanaan putusan hukuman pengadilan. Ditambahkan Bayu, dalam kasus kebakaran lahan yang dilakukan PT AUS, pihaknya mencatat bahwa perkara ini terjadi pada 2015, tapi proses hukumnya dilakukan oleh pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI pada 2019 dan terus berjalan sampai saat ini.

“Perkara gugatan ini sebenarnya sudah dimenangkan KLHK di pengadilan negeri, lalu di tingkat banding juga dimenangkan KLHK, dan putusan itu dikuatkan lagi di tingkat kasasi di MA, tapi lagi-lagi karena masih ada celah hukum yang bisa dipakai oleh korporasi, mereka bahkan mengajukan PK,” terang Bayu soal proses hukum kasus ini.

Selain kasus kebakaran lahan oleh PT AUS, ia juga menyinggung kasus kebakaran lahan lainnya yang dilakukan pihak perusahaan perkebunan di Kalteng, yang juga digugat oleh KLHK dan persidangannya masih berproses sampai saat ini. “Di Kapuas misalnya, ada kasus PT Kalimantan Sari Mandiri, yang di Mentangai itu, gugatannya dari 2018 lalu oleh KLHK di Pengadilan Negeri Kapuas dan sudah memenangkan KLHK di pengadilan negeri, tapi kabarnya sekarang masih proses kasasi,” terang Bayu sembari menyebut bahwa dalam putusan Pengadilan Negeri Kapuas, pihak perusahaan dinyatakan bersalah melakukan pembakaran lahan dan hutan, diwajibkan untuk membayar denda sebesar kurang lebih Rp89 miliar dan biaya pemulihan lahan mencapai Rp200 miliar.

Walhi berharap putusan PK yang dikeluarkan oleh MA menjadi putusan hukum paling akhir terkait perkara gugatan menyangkut kebakaran lahan perkebunan seluas 970,44 hektare di Kabupaten Katingan, sehingga tidak ada lagi halangan bagi KLHK untuk segera melakukan eksekusi putusan hukum.

“Seharusnya upaya eksekusi sudah bisa segera dilakukan oleh pihak KLHK selaku penggugat dan pihak Pengadilan Negeri Palangka Raya berwenang untuk melakukan eksekusi,” ucapnya. Bayu juga mengajak masyarakat Kalteng untuk berkolaborasi dalam mengawal dan mengawasi pelaksanaan proses eksekusi putusan pengadilan terhadap PT AUS.

“Kalau tidak kita kawal dan ikuti, proses hukumnya nanti bisa saja makin lambat,” ujar Bayu sembari menyebut pihaknya akan ikut mengawal pelaksanaan putusan pengadilan. Dengan segera dilakukannya eksekusi, lanjutnya, maka masyarakat Kalteng juga bisa melihat komitmen dari pihak PT AUS sendiri dalam mematuhi hukum yang berlaku.

“Nantinya masyarakat bisa melihat sendiri, apakah pihak perusahaan perkebunan ini punya komitmen untuk menjalankan hukuman dan segera melakukan reboisasi atau tidak,” pungkasnya. (sje)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Perumahan Dinas Guru di Katingan Jadi Arang

Rabu, 17 April 2024 | 12:57 WIB

Pantai Sungai Bakau Perlu Tambahan Fasilitas

Minggu, 14 April 2024 | 15:00 WIB

Warga Serbu Pusat Perbelanjaan di Kota Sampit

Minggu, 14 April 2024 | 10:26 WIB
X