3 Hakim PN Pulang Pisau Dilaporkan ke Komisi Yudisial

- Senin, 27 Juni 2022 | 10:33 WIB

Tiga Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pulang Pisau (Pulpis), dilaporkan ke Komisi Yudisial. Laporan itu dilayangkan oleh terdakwa kasus penggelepan Wahyudie melalui penasihat hukumnya Baron Ruhat Binti. Laporan itu dilayangkan, karena buntut atas vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim PN Pulang Pisau terhadap Wahyudie dalam perkara pidana Nomor: 8/Pid.B/2022/PN Pps.  Baron mengatakan, laporan tersebut tertuang dalam surat bernomor 2143/B&R/BJM/VI/2022 tertanggal 23 Juni 2022. Baron melaporkan majelis hakim atas dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim yang dilakukan Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Pulang Pisau, yaitu Dian Nur Pratiwi (Hakim Ketua) Herjanriasto Bekti Nugroho (Hakim Anggota) dan  Silvia Kumalasari  (Hakim Anggota).

“Laporan ini kita layangkan atas dasar dan pertimbangan, Wahyudie diperiksa dan diadili oleh majelis hakim atas laporan pengaduan oleh PT Lison Jaya sebagai saksi pelapor, yang mengalami kerugian akibat adanya kekurangan pembayaran uang yang seharusnya diterima oleh PT Lison Jaya sejumlah Rp 568.778.450. Saat persidangan, Wahyudie berupaya mengembalikan kekurangan pembayaran PT Lison Jaya sebagai bentuk penyelesaian permasalahan yang terjadi.

Terdakwa juga mengajukan perdamaian secara kekeluargaan untuk membayar kekurangan pembayaran dan menyerahkan beberapa Sertifikat Hak Milik (SHM) untuk memulihkan kerugian yang dialami oleh PT Lison Jaya. Terlapor dan PT Lison Jaya telah menyelesaikan permasalahan secara kekeluargaan. Itu semua ada dokumennya,” tegas Baron, Minggu (26/6). 

Namun, perdamaian dan penyelesaian tersebut tidak dianggap oleh majelis hakim yang menangani perkara tersebut.  Pasalnya, hakim tetap memvonis Wahyudi 1 tahun 6 bulan penjara. Baron menegaskan, vonis yang dijatuhkan kepada terdakwa tidak mencerminkan rasa keadilan bagi terdakwa. Atas dasar itulah pihaknya melaporkan hakim ke KY. 

"Klien kami Wahyudie telah mengembalikan uang PT Lison Jaya. Kemudian menyerahkan beberapa surat berharga dan adanya perdamaian, tetapi tetap dijatuhi hukuman pidana. Jelas ini adalah hukum balas dendam yang tidak berkeadilan. Vonis yang dijatuhkan terhadap Wahyudi tidak mendidik dan sangat jelas telah mengabaikan penerapan hukum berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice), yang sepatutnya harus dikedepankan, sebagai suatu penyelesaian yang efektif berdasarkan asas keseimbangan," pungkasnya. (prokalteng)

 

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

DPRD: Realisasi APBD Kotim tahun 2023 Lepas Target

Kamis, 28 Maret 2024 | 17:40 WIB
X