Resep bedak atau pupur basah yang kini dimiliki Friska Natalia Ayu didapatkan dari orang tuanya. Meski secara umum bahannya sama, tapi cara pengolahan dan bahan tambahan berbeda. Itulah yang membuat olahannya bukan sekadar pupur basah biasa.
*ISABELA, Palangka Raya
PULUHAN botol kecil berisi butiran bedak atau pupur basah tersusun rapi pada rak kayu di sudut ruang tamu rumahnya. Di rak yang sama juga ada berlembar-lembar kemasan lulur tradisional. Produk lain yang kebetulan habis.
Nama produk bedak dan lulur itu dinamakan Akiko Borneo. Sang pemilik, Friska Natalia Ayu bersama suaminya Timber Pasaribu sengaja menggunakan kata Akiko yang dalam bahasa Jepang berarti perempuan cantik. Produk Akiko Borneo mulai beredar luas sejak 2017 lalu. Namun usahanya itu empat vakum pada periode 2020-2021 lantaran pandemi Covid-19 dan juga kerana ingin fokus mengurus bayi yang baru dilahirkan.
“Sejak menikah tahun 2007, kami sudah memakai pupur basah olahan sendiri. Khasiatnya sudah kami buktikan sendiri. Semisal pada kasus suami saya, duhulunya banyak jerawat, tiba-tiba hilang setelah memakainya,” ujar Friska saat berbincang dengan Kalteng Pos di rumah produksi sekaligus tempat tinggalnya, Gang Temanggung Kanyapi A Nomor 04, Palangka Raya, beberapa hari lalu.
Awalnya anak bungsu dari dua saudara ini mencoba membagikan bedak basah olahannya kepada teman-teman. Hasil testimoni tak disangka-sangka. Ada yang bilang cocok, bagus, dan tidak gatal pada kulit. Bahkan sampai ketagihan.
Dengan adanya testimoni-testimoni itu, pasangan suami istri tersebut nekat memproduksi bedak basah. Tahun 2010 mengikuti pelatihan mengolah bahan herbal di Surabaya. Pelatihan itu dibimbing langsung oleh dokter ahli herbal dan farmasi. Dalam kesempatan itu, para ahli juga meneliti bahan-bahan bedak basah dan lulur miliknya.
Produk Akiko Borneo bisa didapatkan di pusat oleh-oleh Pasar Besar. Juga ada di beberapa toko kosmetik dan PLUT UMKM Jalan Willem AS, Palangka Raya. Friska juga memasarkan melalui akun media sosial Instagram akiko_borneo_dayak. Satu botol kecil dijual Rp10 ribu.
“Untuk daerah luar Palangka Raya, saya punya pelanggan tetap dari Maluku, Pontianak, Pangkalan Bun, dan beberapa pelanggan di Pulau Jawa,” ujar ibu satu anak ini.
"Untuk marketplace-nya, dahulu sudah pernah masuk di Shopee dan Tokopedia, tapi belum masuk lagi setelah sempat vakum produksi, apalagi untuk mencukupi pemesanan pelanggan yang ada saat ini saja terkadang masih kelabakan,” tambahnya.
Wanita kelahiran Banjarbaru tahun 1984 silam itu menjabarkan, proses pembuatan bedak dingin khas Dayak memerlukan waktu 14 hari. Mulai dari merendam beras, mencampur dengan rempah, mengeringkan, hingga tahap pengemasan. Semua itu dikerjakannya dengan hanya dibantu sang suami. Meski punya pekerjaan utama sebagai pendeta di Gereja Orang Beriman, tapi sang suami begitu mendukung dan terlibat langsung dalam semua proses. Dalam satu kali produksi bisa menghabiskan 10-15 kilogram beras, tapi menghasilkan ratusan botol kecil siap jual.
Lantaran belum memiliki rumah produksi tersendiri, sejauh ini ia menggunakan satu ruangan khusus di rumahnya. Hal itu dilakukan untuk menjaga kebersihan dalam berproduksi. Dilengkapi dengan mesin penggiling dan pemanas.
Mengenai bahan-bahan yang digunakan, beber alumnus SMAN 4 Palangka Raya ini, didapatkan langsung dari orang tua yang turun-temurun diwariskan. Komposisi umum berupa beras, jalungkap, kulit raya, temugiring, dan buah pinang. Di luar komposisi itu, tentu ada bahan rempah tambahan yang juga punya takaran tersendiri. Itulah yang membedakan aroma dan khasiat Akiko Borneo dengan produk bedak dingin lainnya. Produk milik Friska ini bisa bertahan sampai satu tahun jika ditempatkan di ruangan dengan suhu yang tepat.
Bahkan pelanggannya yang merupakan pengusaha dari Purwokerto pernah menawari uang Rp15juta untuk mendapatkan resep rahasia bedak dingin olahannya itu.
“Saat pengusaha itu menawar resep bedak dinginnya, kami tidak mengiyakan, karena kami sadar dan paham ini adalah warisan keluarga yang harus kami jaga baik-baik,” ungkap perempuan berdarah Dayak Maanyan ini yang punya cita-cita memiliki rumah produksi sekaligus bisa membuka peluang kerja bagi masyarakat. (ce/ram)