Hentikan Deforestasi, Banyak Wilayah Serapan Hilang, Kalteng Kebanjiran

- Jumat, 19 November 2021 | 18:00 WIB

PALANGKA RAYA-Tak terkendalinya perambahan hutan atau deforestasi untuk kepentingan Hak Pengusahaan Hutan (HPH), pembukaan perkebunan sawit, hingga pertambangan disebut-sebut menjadi biang kerok bencana banjir di Kalimantan Tengah (Kalteng). Kian luas wilayah konsesi yang dibuka, makin luas pula dampak banjir yang melanda.

Baru-baru ini, Indonesia termasuk satu dari 105 negara di dunia yang sepakat menghentikan deforestasi hingga 2030 mendatang, untuk membantu memperlambat perubahan iklim. Perjanjian itu tertuang dalam deklarasi pemimpin Glasgow tentang hutan dan penggunaan lahan, ketika digelarnya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) PPB terkait perubahan iklan COP26 awal November lalu.

Gubernur Kalteng H Sugianto Sabran langsung mengambil sikap tegas. Pemprov Kalteng tak mau tinggal diam. Upaya pencegahan harus ada. Langkah awal adalah dengan mengevaluasi kembali seluruh perizinan lingkungan yang sudah dikeluarkan untuk perusahaan besar swasta (PBS) yang beroperasi di Bumi Tambun Bungai.

“Dalam dua tahun terjadi banjir besar, kita tidak tidak tahu bagaimana 2022 nanti, kita harus siap,” katanya usai memimpin rapat koordinasi (rakor) penanganan bencana banjir dan Covid-19 di Aula Jayang Tingang, Kantor Gubernur Kalteng, Rabu (17/11). Gubernur mengatakan, dalam waktu dekat pihaknya akan segera mengirim surat ke pusat, meminta untuk mengevaluasi izin-izin lingkungan di Bumi Tambun Bungai. Pemerintah tentu mengkaji masalah dan penyebab banjir, selain akibat dari hujan. “Saya selaku gubernur dalam waktu dekat ini akan mengirim surat ke pemerintah pusat, supaya perizinan perkebunan, HTI, dan HPH yang sedang berjalan atau tidak berjalan segera ditinjau kembali,” ucapnya.

Langkah Gubernur Kalteng H Sugianto Sabran yang menyatakan akan bersurat ke pemerintah pusat untuk melakukan evaluasi penuh terhadap izin dan audit lingkungan yang dimiliki perkebunan besar swasta (PBS) sebagai salah satu cara mengatasi masalah banjir di Kalteng, mendapat tanggapan dari organisasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalteng.

Menurut Direktur Walhi Kalteng Dimas N Hartono, evaluasi terhadap izin ataupun masalah audit lingkungan perusahaan memang harus dilakukan. Bahkan menurutnya, tanpa harus menyurati pemerintah pusat terlebih dahulu, gubernur dapat langsung membuat evaluasi terhadap izin yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan.

“Apalagi Bapak Gubernur merupakan kepala daerah yang lokasinya sudah dimasuki perizinan baik yang dikeluarkan oleh kabupaten, provinsi, maupun pusat,” ujar Dimas dalam keterangannya kepada Kalteng Pos, Kamis (18/11). Dimas menambahkan, Walhi Kalteng meyakini pihak pemerintah kabupaten maupun provinsi sudah punya data terkait nama-nama perusahaan yang izinnya perlu dievaluasi. Menurut Dimas, kerap terdengar aduan masyarakat yang wilayahnya terdapat perizinan PBS, pertambangan, ataupun kehutanan, terkait masalah penyerobotan lahan warga maupun pencemaran lingkungan yang dilakukan industri di bidang perkebunan, pertambangan, maupun kehutanan.

“Lebih bagus lagi jika pemerintah yang merillisnya, karena pengaduan banyak dilontarkan masyarakat secara langsung,” kata Dimas. Terkait perizinan yang diberikan kepada perusahaan di sektor perkebunan, pertambangan, dan berbagai perusahaan HTI dan HPH, Walhi Kalteng menyebut selama ini sering bermasalah.

Salah satu masalah utama terkait izin yang dikeluarkan pemerintah pusat maupun daerah adalah tidak melihat dan menilai secara benar terkait kondisi lingkungan, baik daya dukung dan daya tampung di sekitar lokasi perusahaan beroperasi. “Pemberian izin tanpa melihat apakah di lokasi yang diberikan izin tersebut terdapat hak-hak masyarakat lokal yang semestinya harusdilindungi pemerintah,” ujar Dimas.

Pembukaan lahan di lokasi yang telah mendapat izin pemerintah, yang disebut Walhi tidak melihat kondisi lingkungan secara serius tersebut, mengakibatkan rusaknya ekosistem dan lingkungan. Perihal bencana banjir yang terjadi di Kalteng sekarang ini, menurut Walhi Kalteng, pendangkalan sungai hanya merupakan salah satu faktor.

Menurut Dimas, banjir yang terjadi merupakan persoalan kompleks. Penyebab utamanya adalah deforestasi skala besar besar yang terjadi di Kalteng. “Kondisi hutan kita sudah mengalami deforestasi secara besar-besaran, menyebabkan banyak wilayah serapan yang hilang,” ujar Dimas.

Menurutnya deforestasi ini terjadi karena beberapa faktor. Seperti adanya aktivitas ilegal dan alih fungsi lahan melalui perizinan, atau program-program pemerintah yang berdampak pada kerusakan hutan dan lahan. Karena terjadi deforestasi, otomatis sering terjadi longsor sehingga mengendap di sungai-sungai, sehinga daerah aliran sungai (DAS) mengalami pendangkalan.

“Semua pihak yang terkait harus bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan di Kalteng yang mengakibatkan terjadinya banjir seperti sekarang ini,” ujar Dimas. 

Pihak pertama adalah pemerintah, baik pusat maupun daerah, yang memiliki kewenangan terhadap kebijakan, anggaran, dan sumber daya dalam perlindungan dan penyelamatan lingkungan, tetapi selama ini kerap memberikan kebijakan yang tidak promasyarakat adat dan lingkungan/ekosistem. 

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Tahun 2025 Kotim Ditarget Bebas Blankspot

Selasa, 7 Mei 2024 | 09:45 WIB

Penjarahan Sawit Ganggu Perekonomian Kalteng

Senin, 6 Mei 2024 | 14:15 WIB

Tabrakan di Jalan Gelap Tewaskan Dua Warga

Selasa, 30 April 2024 | 16:10 WIB
X