Lahan Tidur Digarap Jadi Perkebunan, Tanggung Jawab Mencegah Kebakaran Makin Tinggi

- Jumat, 24 September 2021 | 12:58 WIB
PERKEBUNAN RAKYAT: Lahan ini dahulu baru digarap petani setelah terbakar untuk ditanami padi. Setelah adanya program replanting dari pemerintah, lahan ini sekarang menjadi perkebunan kelapa sawit milik masyarakat.
PERKEBUNAN RAKYAT: Lahan ini dahulu baru digarap petani setelah terbakar untuk ditanami padi. Setelah adanya program replanting dari pemerintah, lahan ini sekarang menjadi perkebunan kelapa sawit milik masyarakat.

Kabupaten Pulang Pisau (Pulpis) merupakan daerah yang sangat rawan terjadi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) saat musim kemarau. Berbagai upaya dilakukan untuk menekan karhutla di wilayah tersebut. Di antaranya melalui MoU antara Pemkab Pulpis dengan lembaga kemitraan untuk pengelolaan lahan gambut berkelanjutan, yang di dalamnya ada program pencegahan karhutla pendekatan kluster.

 

 

SUHARTOYO, Pulang Pisau 

 

PEKAN lalu, lembaga kemitraan melaksanakan Journalist Trip. Kegiatan yang dilaksanakan selama empat hari itu diikuti beberapa jurnalis. Baik dari media nasional maupun media lokal. Hari pertama, kegiatan dilaksanakan di Desa Kantan Atas, Kecamatan Pandih Batu. Kedatangan rombongan Journalist Trip disambut aparatur desa setempat dan Masyarakat Peduli Api (MPA). 

Dalam diskusi yang dipandu Deputy Cluster SIAP-IFM Pulang Pisau Andi Kiky, para awak media menggali tentang peran MPA dalam pencegahan dan penanganan karhutla di wilayah itu. “Sebelum diminta membentuk MPA, kami sudah membentuk MPA,” kata Sekretaris MPA Desa Kantan Atas Stevanus Parwudi mengawali diskusi saat itu. 

Pembentukan MPA itu saat terjadi karhutla yang cukup besar pada 2014 dan 2015 lalu. Masyarakat di desa tersebut secara bergotong royong melakukan pemadaman. “Namun saat itu bukan untuk memadamkan api, tapi lebih ke pengendalian,” ucapnya. Bahkan masyarakat petani di wilayah itu, dahulu mengaku senang jika terjadi karhutla di lahan mereka.  

“Kami bersyukur kalau ada karhutla, karena setelah kebakaran, lahan kami jadi bersih, subur, dan bisa dilakukan penanaman padi saat musim tanam,” ungkap Stevanus. Kemudian pada 2016 muncul program cetak lahan dan larangan melakukan pembakaran lahan. Pada 2017, Dinas Lingkungan Hidup membentuk MPA. Anggota di dalamnya ada 15 orang. Mereka adalah orang-orang yang sebelumnya selalu turun sesudah kebakaran.  

“Kalau sebelumnya pemadaman untuk pengendalian agar bisa tanam padi, tapi setelah dibentuk MPA, diubah agar tidak terjadi kebakaran,” beber dia. Dia tidak menampik bahwa pembukaan lahan dilakukan dengan cara membakar. “Tapi pembakaran  kami lakukan secara terkendali, karena memang dahulu diperbolehkan dengan luas lahan dua hektare untuk keperluan pertanian,” jelas Stevanus. 

Sejak adanya larangan membakar lahan, MPA mengambil peran dalam pencegahan dan penanggulangan. “Jika terjadi karhutla, kami bersama pihak terkait dari TNI, Polri berjibaku melakukan pemadaman,” kata dia. Pada 2018, karhutla yang terjadi di Desa Kantan Atas hampir seluas 1.200 hektare. Namun api yang membakar di lahan tersebut bukan berasal dari desa tersebut. “Kami bersama TNI, Polri, dan Manggala Agni mati-matian melakukan pemadaman agar api tidak merembet,” kenang Stevanus. 

Dia juga mengaku, MPA tidak pernah berhitung soal waktu dan biaya dalam bekerja. “Kalau ada anggaran dari desa, kami gunakan semaksimal mungkin,” ucapnya. Saat ini di desa tersebut telah masuk program replanting. Dengan komoditas perkebunan karet dan kelapa sawit. Dengan adanya tanaman perkebunan di lahan masyarakat, memunculkan tanggung jawab yang tinggi untuk mencegah terjadinya karhutla. “Karena kalau lahan kami terbakar, maka kami akan sangat rugi,” ungkap Stevanus.  

Senada diungkapkan Kepala Desa Kantan Atas, Mujiarso. Dia tidak menampik jika di desanya masih banyak lahan tidur yang cukup rawan terbakar saat musim kemarau. “Kalau lahan tersebut bisa digarap untuk perkebunan atau pertanian, maka bisa menekan potensi karhutla,” kata Mujiarso. Terkait pencegahan karhutla di desa, MPA di desa tersebut siap membuat sumur dangkal untuk persediaan air.  

“Jadi saat musim kemarau, sumur itu bisa dijadikan sebagai sumber air. Sebelumnya hanya mengandalkan air dari saluran primer. Kalau musim kemarau, sungai juga mengering. Jadi mau tidak mau harus membuat sumur,” terang dia. 

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

DPRD: Realisasi APBD Kotim tahun 2023 Lepas Target

Kamis, 28 Maret 2024 | 17:40 WIB
X