Setop Vaksinasi Pertama, Kalteng Fokus Suntikan Dosis Kedua

- Kamis, 29 Juli 2021 | 12:02 WIB
ilustrasi
ilustrasi

PALANGKA RAYA-Beberapa waktu terakhir pemerintah gencar melaksanakan vaksinasi Covid-19. Hal ini disambut masyarakat dengan antusiasme yang tinggi. Namun, saat ini pemerintah daerah menghentikan atau menyetop sementara vaksinasi dosis pertama.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalteng Suyuti Syamsul mengatakan, kelangkaan vaksin tidak hanya terjadi di Kalteng. Lantaran hingga saat ini vaksin yang digunakan Indonesia masih diimport dari negara lain.

“Saat ini vaksin kita kan masih impor, sementara negara pengekspor juga memikirkan untuk memenuhi kebutuhan negaranya,” ucap Suyuti saat diwawancarai di Kantor Gubernur Kalteng, kemarin (28/7).

Dikatakannya, saat ini pihaknya fokus pada pemberian vaksin dosis kedua bagi warga yang sudah menerima vaksinasi dosis pertama. Suyuti menyebut bahwa distribusi vaksin akan mulai lancar pada Agustus mendatang.

“Saat ini kami setop vaksinasi dosis pertama dan fokus pada dosis kedua, kan kasihan mereka yang sudah terima vaksin dosis pertama tapi tidak dilanjutkan,” tuturnya.

Meski beberapa kali mendapat kiriman vaksin dari pusat, tapi dosisnya terbatas. Sekali didatangkan hanya sekitar 10 vial. Artinya hanya bisa disuntikkan untuk 100 orang.

“Ada datang vaksinnya, tapi hanya 10 vial, jumlah itu satu menit saja habis,” tegasnya.

Suyuti menambahkan, sejauh ini belum ditemukan kejadian berat usai vaksinasi. Dampak ringan yang sering dialami warga usai vaksin adalah demam. Hal itu dinilai wajar, karena banyak vaksin memiliki efek demikian.

“Jika hanya ada satu atau dua kasus, itu tidak bisa disebut sebagai kegagalan vaksin,” tegasnya.

Begitupun dengan kasus kematian satu atau dua orang meskipun sudah divaksinasi. Hal ini bisa saja terjadi, karena memang vaksinasi belum mencapai 70 persen. Masyarakat akan bisa terlindungi apabila vaksinasi sudah mencapai 70 persen populasi.

“Berkenaan data Kemenkes bahwa 6 persen meninggal dunia sudah divaksin dan 94 persen belum divaksin, itu karena memang vaksinasi belum mencapai 70 persen, kecuali di DKI. Saya tidak bisa komentar banyak soal penelitian ini, karena saya tidak tahu metodenya,” beber Suyuti.

Sementara itu, menanggapi terkait pemberlakukan PCR sebagai syarat perjalanan, ia menyebut bahwa secara prinsip tak bermasalah jika tes PCR dilaksanakan di laboratorium manapun. “Asalkan laboratorium bersangkutan masuk daftar Kementerian Kesehatan,” pungkasnya. (abw.ce/ala)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

DPRD: Realisasi APBD Kotim tahun 2023 Lepas Target

Kamis, 28 Maret 2024 | 17:40 WIB
X