Rendahnya Minat Baca Memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia

- Rabu, 3 Maret 2021 | 14:05 WIB
CENDERA MATA: Sekda Kalteng Fahrizal Fitri (tengah) menyerahkan cendera mata kepada Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando, di Aula Jayang Tingang, Kantor Gubernur Kalteng, Selasa (2/3).
CENDERA MATA: Sekda Kalteng Fahrizal Fitri (tengah) menyerahkan cendera mata kepada Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando, di Aula Jayang Tingang, Kantor Gubernur Kalteng, Selasa (2/3).

Dilansir dari data penelitian oleh United Nations Development Programme (UNDP), tingkat pendidikan berdasarkan indeks pembangunan manusia (IPM) di Indonesia masih tergolong rendah. Perlu diambil langkah oleh pemerintah pusat dan daerah untuk meningkatkan minat baca masyarakat.

 

ANISA B WAHDAH, Palangka Raya

PERSENTASE IPM Indonesia saat ini hanya berada pada 14,6 persen. Angka ini jauh lebih rendah dari Malaysia yang berada pada angka 28 persen. Bahkan Singapura sudah mencapai angka 33 persen.

Wakil Ketua Komite III DPD RI Muhammad Rakhman menyebut, rendahnya minat baca masyarakat Indonesia dipengaruhi oleh belum adanya kebiasaan membaca yang ditanamkan sejak dini. Role model anak di keluarga biasanya mengikuti kebiasaan orang tua. Lantas mengapa literasi di Indonesia rendah?

“Karena literasi belum menjadi bagian dari kurikulum pendidikan di Indonesia, budaya nonton televisi yang tinggi, dan kesadaran masyarakat membeli buku juga masih rendah,” kata Muhammad Rakhman pada kegiatan peningkatan indeks literasi masyarakat di Kalteng yang dilaksankaan di Aula Jayang Tingang, Kantor Gubernur Kalteng, Selasa (2/3).

Faktor lain yang memengaruhi rendahnya IPM Indonesia, lanjutnya, yakni kebanyakan anak dengan pemahaman baca rendah. Tidak hanya kekurangan sarana dan prasarana membaca yang memadai, tetapi juga kurangnya dukungan dari orang tua. Jika demikian, apa solusinya?

“Perlu optimalisasi pemanfaatan perpustakaan sekolah dan umum, membiasakan budaya membaca di rumah dan sekolah, serta mengajarkan budaya literasi pada guru dengan menghasilkan karya ilmiah maupun buku,” katanya.

Padahal, berdasarkan data dari Perpustakaan Nasional, seperti yang disampaikan oleh Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando, pada tahun 2020, 96 persen dari jumlah penduduk Indonesia sudah bisa membaca. Bahkan, 20 persen anggaran APBN itu dikucurkan dengan nominal mencapai Rp400 triliun.

“Literasi adalah kedalam pemahaman seseorang pada suatu ilmu pengetahuan,” tegas Syarif.

Rendahnya budaya baca saat ini terbukti melalui fakta yang ada, yakni rendahnya daya saing, rendahnya indeks pembangunan manusia, rendahnya inovasi, rendahnya pendapatan per kapita, rendahnya rasio gini, termasuk rendahnya kebahagiaan.

“Untuk itu, yang kami usulkan pada 2021 ini, bagaimana peran negara menghadapi persoalan ini,” ucapnya.

Tidak hanya negara, akademisi dan perguruan tinggi juga ambil peranan, seperti peran pengarang, penerjemah, dan penerbit buku termasuk regulasi berkenaan pendistribusian.

Bukan hanya pemerintah pusat, tapi pemerintah daerah pun melalui salah satu visi dan misi gubernur Kalteng 2021-2026 yakni mempercepat sumber daya manusia yang cerdas, sehat, dan berdaya saing. Agar bisa berdaya saing, maka diperlukan upaya yaitu dengan mengajak semua lapisan masyarakat Kalteng untuk membudayakan gemar membaca.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Perumahan Dinas Guru di Katingan Jadi Arang

Rabu, 17 April 2024 | 12:57 WIB

Pantai Sungai Bakau Perlu Tambahan Fasilitas

Minggu, 14 April 2024 | 15:00 WIB

Warga Serbu Pusat Perbelanjaan di Kota Sampit

Minggu, 14 April 2024 | 10:26 WIB
X