Cerita dr Djono Koesanto selama Mengabdi di Tanah Borneo

- Sabtu, 24 Oktober 2020 | 13:36 WIB
Dokter Djono Koesanto
Dokter Djono Koesanto

Dokter Djono Koesanto memiliki pengabdian yang luar biasa pada bidang kesehatan di Bumi Tambun Bungai—sebutan Kalteng. Mengawali tugas di Desa Pendahara tahun 1978. Terakhir menjabat sebagai pucuk pimpinan tertinggi di Dinas Keseahatan (Dinkes) Kalteng sebelum pensiun pada 2008 lalu. Berikut cerita dokter Djono Koesanto selama bertugas di tanah Borneo.

 

EMANUEL LIU, Palangka Raya

 

LAHIR dari keluarga kurang mampu tidak menjadi penghalang bagi dokter Djono Koesanto memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, khususnya di Provinsi Kalteng. Semangat pengabdian tak kenal lelah. Tidak mengeluh. Menjalani pekerjaan dengan penuh tanggung jawab. Patut dicontoh dokter-dokter muda masa kini.

“Saya lahir dan besar di Jakarta dan berasal dari keluarga yang tidak mampu,” kata dr Djono Koesanto mengawali perbincangan dengan Kalteng Pos di kediamannya Jalan Garuda Nomor 89, Palangka Raya, Jumat (23/10).

Kondisi ekonomi keluarga membuat dokter Djono kecil sudah ditempa dan terbiasa bekerja tanpa kenal lelah mencari rupiah untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. “Sejak SMP saya sudah bekerja sebagai guru privat, mengajar anak SD di rumah masing-masing,” lanjut alumnus SMP Don Bosco Jakarta tahun 1961-1967 ini. Ia menyelesaikan pendidikan tingkat SLTA di SMA Budi Mulia Jakarta tahun 1970.

Meski dari keluarga kurang mampu, Djono Koesanto yang kala lulus SLTA masih berusia 18 tahun berhasil membuktikan bisa bersaing masuk perguruan ternama di Indonesia. Ia dinyatakan lulus dan diterima masuk Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI). Kelulusan masuk UI pada tahun 1971, kata Djono Koesanto, merupakan pengalaman yang sangat berkesan dan mukjizat baginya, karena saat itu ia hanya ikut-ikutan bersama teman-temannya.

“Ternyata ada nama saya sebagai salah satu calon mahasiswa yang lulus tes. Pengumuman kelulusan diterima seminggu sebelum Natal. Saya anggap itu sebagai hadiah Natal untuk orang tua saya,” cerita suami dari Ni Nyoman Ari Utami ini.

 

Ketika kuliah, cerita dokter Djono, dirinya mendapat beasiswa dengan bermodalkan kartu mahasiswa yang dimilikinya. Seiring berjalannya waktu, akhirnya dr Djono berhasil menuntaskan studinya pada tahun 1976.

Saat mendebarkan pun datang kala pemerintah melalui lembaga Departemen Kesehatan (Depkes) mengeluarkan penempatan tugas untuk para dokter. Pilihannya hanya ada tiga tempat, yakni Papua, Ambon, atau Kalteng.

“Saat penempatan oleh Depkes, saya kepingin ke NTT, tetapi tidak dibolehkan. Hanya dibolehkan ke Papua, Ambon, dan Kalteng. Dengan berbagai pertimbangan, saya kemudian memberanikan diri untuk memilih Kalteng sebagai tempat tugas saya. Karena memang tenaga dokter di Kalteng masih sangat minim saat itu,” terang bapak tiga anak ini.

 

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Infrastruktur di Pedalaman Katingan Memprihatinkan

Minggu, 21 April 2024 | 14:00 WIB
X