Cara Mereka yang Menolak Menyerah di Tengah Pandemi Covid-19

- Sabtu, 11 Juli 2020 | 11:28 WIB
BUAH KREATIVITAS: Benny M Tundan menunjukkan masker bermotif kearifan lokal. DENAR/KALTENG POS
BUAH KREATIVITAS: Benny M Tundan menunjukkan masker bermotif kearifan lokal. DENAR/KALTENG POS

Dalam kesempitan ada kesempatan. Tentu bagi siapa saja yang jeli. Kesempatan itu dalam berbagai hal, termasuk untuk meningkatkan perekonomian keluarga. Covid-19 adalah kesempitan. Menjual masker adalah kesempatannya. Pegiat seni Benny M Tundan dan penyedia jasa perbaikan kartu identitas Budi Santoso (40) jeli melihat peluang itu.

 

PATHUR RAHMAN-AINUR ROFIQ, Palangka Raya

BERAWAL dari keisengan, pegiat seni Benny M Tundan mengubah rotan menjadi masker. Pandemi Covid-19 sendiri tak membuatnya kehilangan ide berkarya dan berinovasi. Selain itu, masker buatannya sarat dengan kearifan lokal.

Pandemi Covid-19 sendiri mengubah perilaku masyarakat dalam penggunaan masker. Setiap keluar rumah, masyarakat menggunakan masker. Pemerintah pun mengimbau penggunaan masker demi terhindar dari Covid-19. Kebutuhan masker pun meningkat.

Kesempatan dalam kesempitan itulah yang menginspirasi Benny untuk membantu penyediaan masker dengan memanfaatkan bahan baku lokal dan dibuat dengan tampilan lebih menarik. Benny pun mulai mengonsep bentuk masker dan desain pembuatan masker dalam bentuk draf kasar gambar biasa. Setelah dirasa cukup sempurna dan bisa dibuat, Ben mencoba membuat beberapa masker dari rotan.

“Kita tahu sendiri kan saat pandemi Covid-19 seperti ini hampir tidak mungkin sanggar tari seperti kami bisa mendapatkan job, karena memang tidak ada kegiatan seremonial yang biasa dilakukan oleh pemerintah maupun acara pernikahan. Jadi saya putuskan membuat masker ini untuk mendapat penghasilan,” ungkapnya kepada Kalteng Pos, Kamis (9/7).

Benny menurutkan, pada hari pertama merilis masker itu, dirinya langsung kebanjira order. Baik orderan melalui Facebook, Instagram, WhatsApp, maupun langsung via sms dan telepon. Saking banyaknya orderan, ia mengaku kewalahan menanganinya sendiri. Bahkan ia pernah menerima orderan terbanyak, yakni 50 masker dalam sehari.

“Banyak yang bilang saya PHP (pemberi harapan palsu, red), karena pada hari pertama launching, jumlah orderan tidak sesuai dengan jumlah ketersediaan barang. Cukup banyak pengorder yang tidak kebagian,” jelasnya.

Pembuatan masker dari rotan ini tak dikerjakannya sendiri. Ia menggandeng beberapa pihak. Bahan baku rotan ia dapatkan dari pengrajin rotan lokal yang berada di seputaran Jalan G Obos. Untuk proses penjahitannya juga melibatkan penjahit lokal yang membuka usaha tepat di depan rumahnya.

“Kebetulan penjahit tersebut mengontrak di toko mama, jadi aku ajak sekalian buat bermitra,” terangnya.

Benny mengungkapkan, pada awal penjualan masker rotan itu, ia mematok harga Rp50 ribu per masker. Namun, karena keterbatasan bahan baku rotan saat ini, Benny terpaksa menaikan harga jual, Rp75 ribu untuk satu masker.

“Mohon maaf ya, Ben terpaksa menaikkan harga maskernya, karena saat ini bahan baku utamanya lumayan sulit didapatkan, menyebabkan biaya produksi meningkat,” bebernya.

Dengan naiknya harga jual masker tersebut, Benny memastikan bahwa kualitasnya pun ditingkatkan. Mahalnya harga jual sebanding dengan kualitas barang. Menurutnya, selain fashionable dan memiliki kearifan lokal, masker tersebut juga terbuat dari lima lapis bahan yang benar-benar dipastikan keamanan dan kenyamanan dalam penggunaannya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Tujuh Daerah di Kalteng Ini Terima Teguran KPK

Jumat, 26 April 2024 | 10:45 WIB
X