Raperda Belum Bisa Jadi Acuan

- Kamis, 9 Juli 2020 | 14:51 WIB

Raperda Pengendalian Kebakaran Lahan Kalteng sudah disetujui antara eksekutif dan legislatif. Saat ini sedang berproses pada penandatangan menjadi perda. Namun, raperda ini belum dapat digunakan sebagai acuan pada musim kemarau ini, sebelum raperda ini sah menjadi perda.

Terlebih, saat ini Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalteng sudah menetapkan Kalteng dalam status siaga darurat kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Namun, perda ini akan dapat dijadikan acuan ketika sudah disahkan oleh gubernur.

“Saat ini memang status Kalteng sudah siaga darurat karhutla, tetapi raperda kan belum bisa dijadikan acuan, karena belum disahkan menjadi perda,” kata Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah (Setda) Kalteng Saring saat dikonfirmasi, Rabu (8/7).

Diungkapkannya, setelah raperda ini sah menjadi Perda Pengendalian Kebakaran Lahan, maka sudah bisa menjadi acuan bagi masyarakat dalam membuka lahan dengan cara membakar. “Namun, penerapannya pun lebih rinci dan akan diatur oleh peraturan pergub (pergub). Dan itu pun setelah perda disahkan,” ungkapnya kepada Kalteng Pos.

Untuk itu, dalam kondisi kemarau, lebih-lebih pemerintah sudah menetapkan status siaga darurat karhutla, maka pihaknya mengimbau masyarakat agar tidak membakar lahan. Pihaknya menegaskan, aturan dalam raperda pun yang boleh dibakar adalah lahan nongambut. Dan itu pun dikecualikan apabila daerah menyatakan siaga darurat karhutla.

 Dewan Adat Dayak (DAD) Provinsi Kalteng mengapresiasi dan berterima kasih kepada DPRD Kalteng dan Pemprov Kalteng yang telah bersama-sama menyepakati Raperda Pengendalian Kebakaran Lahan menjadi perda. Di dalamnya diatur tentang izin bagi masyarakat peladang untuk membuka lahan dengan cara dibakar, dengan catatan sejalan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.  

“Raperda tersebut memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dalam hal berladang. Membuka lahan dengan cara membakar diperbolehkan, asalkan dengan memperhatikan kearifan lokal daerah masing-masing," kata Ketua Haris DAD Provinsi Kalteng Andrie Elia kepada Kalteng Pos.

Selain itu, jika pembukaan lahan dengan cara membakar itu melanggar aturan dan mengabaikan kearifan lokal, pelakunya dapat dijerat pidana penjara dan denda. Pihaknya juga mengapresiasi atas perlibatan damang kepala adat dan perangkatnya untuk memastikan bahwa tata cara pembukaan ladang sudah memenuhi ketentuan kearifan lokal sebagaimana diatur dalam regulasi.

"Peran kelembagaan adat sangat strategis untuk mengawasi bersama dengan unsur pemda, TNI, dan Polri. Hal ini sesuai dengan Perda Nomor 16 Tahun 2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak di Kalteng, yang sangat tegas mengatur berkenaan dengan keberadaan damang adalah seorang kepala adat dan pemangku adat yang mempunyai pengetahuan tentang adat istiadat dan diakui oleh masyarakat setempat.

DAD berharap pemprov segera menyusun dan menetapkan pergub untuk mengatur secara lengkap berkenaan dengan pedoman pembukaan lahan dan atau ladang bagi masyarakat, yang tentunya mengatur sinergi antara pemda, damang kepala adat, serta unsur Polri dan TNI, agar bersama-sama mengawasi pelaksanaannya.

"Dengan demikian benar-benar mengedepankan prinsip kearifan lokal dalam membuka lahan dengan cara membakar," lanjutnya.

DAD Kalteng saat ini telah membentuk tim untuk memberikan masukan dan kajian bagi Pemprov Kalteng, agar pada saatnya pergub yang dihasilkan dapat mengakomodasi kebutuhan masyarakat. "Selain itu memberikan kejelasan dalam pelaksanaan di lapangan sesuai dengan kearifan lokal masyarakat adat Dayak di Kalteng," tutupnya.

 Sementara, pihak Polda Kalteng belum mengomentari banyak terkait raperda ini. Kabidhumas Polda Kalteng Kalteng Kombes Pol Hendra Rochmawan mempersilakan awak media untuk melempar pertanyaan kepada pihak-pihak yang menyuarakan untuk menyepakati Raperda Pengendalian Kebakaran Lahan itu. "Tolong terkait raperda kamu tanyakan ke DPRD yang getol menyuarakan itu, bukan ke polisi," balas Hendra melalui pesan Whatsapp ketika disodorkan pertanyaan, (8/7).

Tak hanya sampai di situ. Hendra juga menyodorkan lima poin pertanyaan. Siapa yang getol memperjuangkan raperda itu? Apa batasannya dalam raperda itu? Siapa yang paling bertanggung jawab apabila raperda itu gagal dipedomani masyarakat? Dan siapa yang memberikan sosialisasi dari DPRD ke rakyat dan aparat penegak hukum. “Siapa yang mengedukasi raperda itu bila sudah disahkan," tambahnya. (kaltengpos)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Tujuh Daerah di Kalteng Ini Terima Teguran KPK

Jumat, 26 April 2024 | 10:45 WIB

Infrastruktur di Pedalaman Katingan Memprihatinkan

Minggu, 21 April 2024 | 14:00 WIB
X