Raperda Pengendalian Kebakaran Lahan, Satu Desa Diizinkan Bakar 20 Hektare selama 1 Hari

- Rabu, 8 Juli 2020 | 14:00 WIB

PALANGKA RAYA-Eksekutif dan legislatif akhirnya menyepakati Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pengendalian Kebakaran Lahan menjadi sebuah peraturan daerah (perda). Kesepakatan itu didapatkan dalam Sidang Paripurna ke-5 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2020 di Ruang Rapat Paripurna DPRD Provinsi Kalteng, Selasa (7/7). Perda tersebut ditandatangani Wakil Gubernur Habib Ismail Bin Yahya dan Ketua DPRD Kalteng Wiyatno, disaksikan Wakil Ketua Jimmy Carter dan Hj Faridawaty Darland Atjeh, serta peserta sidang.

Meski sudah disetujui, akan tetapi perda ini belum bisa disosialisasikan ke khalayak public, karena masih harus dilaporkan kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk melengkapi proses administrasinya. Kemendagri tidak akan melakukan revisi karena sudah difasilitasi dan disetujui. “Tadi sudah penandatanganan persetujuan raperda, setelah itu penandatanganan perda oleh gubernur dan ketua DPRD, selanjutnya mendapat nomor dari Kemendagri,” ucap Kepala Biro Hukum Setda Kalteng Saring.

Raperda yang akan ditetapkan menjadi perda ini tetap pada koridor hukum yang mengatur pembukaan lahan dengan cara bakar. Substansinya adalah memberikan pengecualian terhadap usaha tani perladangan yang menerapkan kearifan lokal. “Jadi petani peladang yang akan buka lahan pertanian di lahan bukan gambut maksimal dua hektare per KK. Itu pun harus seizin damang atas rekomendasi mantir adat. Tanah gambut dilarang dibakar dengan alasan apa pun. Harus ada izin dari pejabat yang berwenang.

Ketentuan lebih lanjut mengenai pembukaan lahan bukan gambut yang bersifat khusus akan diatur dengan pergub. Setelah perda ini mendapatkan nomor, lanjutnya, maka akan segera dibentuk pergub. “Tidak bisa estimasi waktu kapan, ya dilihat nanti saja,” tegasnya.

Dalam raperda itu, khususnya Pasal 6 ayat 2 dan 3, disebutkan bahwa pemberian izin untuk pembakaran lahan bukan gambut, satu desa diberi batas luasan hanya 20 hektare pada hari yang sama. Tidak boleh lebih. Tidak dapat dilakukan secara bersamaan dengan lahan lain yang berjarak satu kilometer dari lahan yang mendapat izin untuk pembakaran.

Wakil Gubernur Kalteng Habib Ismail Bin Yahya menyebutkan, inti dari raperda ini menjembatani peladang Kalteng dalam membuka lahan dengan membakar. Tetapi, arah dari pada raperda ini juga masih kepada pembukaan lahan tanpa bakar (PLTB).

Terjadi transformasi yang awalnya peladang dilarang membakar lahan dan sekarang diperbolehkan. Ini dibuat jadi payung hukum agar masyarakat tidak dibayangi ketakutan ketika melakukan pembakaran lahan untuk keperluan pertanian yang dikatakan sebagai kearifan lokal.

“Tetap ada batasan-batasan. Dan jika ini dilanggar, ada hukumannya. Mudah-mudahan dengan adanya raperda ini, tidak ada lagi keluhan bahwa pemerintah mengahalang-halangi kearifan lokal atau dikatakan bahwa pemerintah tidak berpihak kepada masyarakat atau petani peladang,” ungkapnya kepada awak media usai kegiatan.

Berbicara kearifan lokal, tutur Habib, ke depan pemerintah tetap konsekuen terhadap PLTB. Penegasannya, pembukaan lahan dengan modernisasi pertanian. “Tentu tidak serta-merta diterapkan, karena ini tidaklah mudah,” katanya.

Meskipun, lanjut Habib, dengan transformasi ini, diinginkan tidak ada pembakaran lahan lagi. Pemerintah akan siapkan infrastruktur terlebih dahulu. Akan tetapi, untuk saat ini pemerintah belum sanggup memenuhi infrastruktur dimaksud. Maka dari itu, izin membakar masih diberikan, meski sebenarnya lebih baik jika membuka lahan tanpa membakar.

Berkenaan dengan keinginan pemerintah agar masyarakat membuka lahan tanpa bakar yang berbenturan dengan kearifan lokal yang selama ini dipegang teguh masyarakat lokal, Habib menyebut, adalah lebih baik jika kearifan lokal dipadukan dengan transformasi modern tanpa meninggalkan kearifan lokal.

“Andai kata kita bisa moderinisasi pertanian, apakah kitamasih perlu membakar lahan? Kan tidak,” sebutnya.Ia menuturkan bahwa membuka lahan dengan tidak membakar bukan berarti menghilangkan kearifan lokal. Justru, sambung dia, hal itu permudah masyarakat, dengan syarat semua infrastruktur harus dipersiapkan.“Kami tidak ingin pemerintah hanya menyuruh dan mengimbau tanpa menyiapkan infrastruktur dan keperluan lainnya,” pungkasnya. 

Sementara, Ketua Bapemperda DPRD Kalteng H Maruardi juga menyampaikan laporannya dalam siding itu. Pembahasan raperda ini dilakukan secara mendalam dan cermat. Hal tersebut dilakukan agar perda tersebut betul-betul berguna sebagai acuan dari peraturan yang lebih teknis yang akan diatur dalam pergub atau peraturan di tingkat kabupaten/ kota.

Politikus Partai Golkar ini juga menyampaikan beberapa hal penting terkait kesimpulan rapat. Penting untuk menjadi pemahaman bersama bahwa Perda Pengendalian Kebakaran Lahan ini merupakan upaya DPRD dan pemerintah untuk menjawab persoalan yang dihadapi para petani peladang atau pekebun, khususnya yang berasal dari masyarakat hukum adat.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Infrastruktur di Pedalaman Katingan Memprihatinkan

Minggu, 21 April 2024 | 14:00 WIB
X