Wali Kota Minta Warga Jangan Takut Di-Rapid Test

- Jumat, 3 Juli 2020 | 12:22 WIB
Fairid Naparin
Fairid Naparin

PALANGKA RAYA-Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Palangka Raya angkat bicara terkait adanya penolakan rapid test oleh warga RT 01, 04, dan 05/RW 6, Kelurahan Pahandut, Palangka Raya. Fairid Naparin selaku ketua gugus tugas mengharapkan masyarakat tak perlu ragu dan bimbang terkait kebijakan yang diambil pemko ini. Juga diminta untuk tidak mudah termakan isu-isu atau informasi terkait rapid test yang merugikan warga.

Ada 10 lokasi yang sudah ditetapkan untuk digelar rapid test. Sepuluh lokasi yang dijadikan target adalah kawasan Pasar Besar, Pasar Kahayan, Pasar Ponton, Pasar PU Bawah, Pasar Kameloh, Permukiman Ponton, Jalan Kalimantan, Jalan Sumatera, Jalan Sulawesi, dan Jalan Dr Murjani bawah sampai pabrik tahu. Wilayah-wilayah tersebut berada pada zona merah. Semuanya masuk dalam wilayah Kelurahan Pahandut.

Wali kota mengimbau masyarakat untuk berpartisipasi dengan mendatangi lokasi-lokasi yang ditetapkan untuk pelaksanaan rapid test.

“Saya minta warga jangan takut di-rapid test. Ini dilakukan untuk kebaikan bersama. Jika mendengar ada pelaksanakan rapid test, langsung saja datangi. Saya mengharapkan partisipasinya,” ucapnya kepada Kalteng Pos.

Terpisah, Juru Bicara Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Palangka Raya Supriyanto menyebut, ketakukan warga untuk ikut rapid test dinilainya cukup wajar. Pola pikir masyarakat soal rapid test tentunya berbeda. Ada yang menanggapi secara positif, tapi tak sedikit pula yang menanggapinya secara negatif. Maka dari itu, tim akan bekerja keras untuk menghilangkan rasa takut warga ini. Pihaknya semaksimal mungkin akan menjelaskan kepa da masyarakat soal kegunaan atau manfaat mengikuti rapid test.

Ia mengakui, untuk mengubah atau menyamakan pola pikir soal rapid test bukanlah hal mudah. Butuh waktu dan kesabaran. Karena itu, tim gugus tugas akan berupaya memberikan edukasi soal rapid test dan protokol kesehatan. Pelaksanaan rapid test massal di permukiman ini mungkin merupakan hal baru di mata masyarakat, sehingga menuai respons berbeda.

Karena itu, strategi untuk mengedukasi warga yang takut dan menolak rapid test sudah disiapkan tim. Ada kemungkinan akan dilakukan dengan tatap muka dan tanya jawab.

“Tadi saya sempat bertanya dan berdiskusi ringan dengan teman saya yang merupakan dokter dan psikolog, tentang bagaimana cara mengubah pola pikir masyarakat. Ia menjawab bahwa ini cukup berat dan diperlukan waktu bertahap. Meski demikian, kami akan berusaha mengubah pandangan warga bahwa rapid test itu tidak menakutkan,” ucapnya kepada Kalteng Pos di ruang kerjanya.

Sesuai Undang-Undang RI Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2018, pihaknya bisa saja menerapkan sanksi tegas kepada masyarakat yang menolak. Dalam undang-undang tersebut tertuang sanksi pidana kurungan penjara paling lama satu tahun atau dikenakan denda paling tinggi sebesar Rp100 juta. Hanya saja, sebagaiaman yang dikatakan Wakil Wali Kota Palangka Raya Hj Umi Mastikah, pemerintah akan meminimalkan dampak kepada masyarakat. Maka dari itu, penerapan sanksi tegas dianggap belum perlu karena masih bisa menempuh cara humanis melalui edukasi.

Melihat adanya penolakan warga, akademisi Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya (UPR) Fransisco berpendapat, pemko perlu melakukan pendekatan yang berbeda kepada masyarakat. Misal saja, pendekatan dengan melibatkan tokoh masyarakat, tokoh adat, atau tokoh agama.

“Dengan demikian, para tokoh ini dapat memberikan pemahaman dan sosialisasi kepada masyarakat, karena masyarakat pada umumnya masih awam soal rapid test ini,” ungkapnya kepada Kalteng Pos melalui pesan WhatsApp.

Ketidaktahuan masyarakat akan menimbulkan stigma negatif sehingga berujung pada ketakutan. Ada beberapa faktor yang membuat masyarakat takut atau kurang mengetahui informasi terkait Covid-19 atau rapid test ini.

“Misal saja, banyaknya berita hoaks tentang virus yang dapat menular melalui alat rapid test atau kurangnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap hasil tes yang menunjukkan reaktif,” ucapnya.

Bahkan, lanjut dia, bisa saja masyarakat mengonsumsi teori konspirasi dan lain sebagainya. Hal ini yang kemudian menyebabkan enggannya masyarakat untuk ikut pemeriksaan yang digagas pemerintah.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Perumahan Dinas Guru di Katingan Jadi Arang

Rabu, 17 April 2024 | 12:57 WIB

Pantai Sungai Bakau Perlu Tambahan Fasilitas

Minggu, 14 April 2024 | 15:00 WIB

Warga Serbu Pusat Perbelanjaan di Kota Sampit

Minggu, 14 April 2024 | 10:26 WIB
X