Ahli Epidemologi: Kalteng Masuk Zona Risiko Rendah

- Jumat, 26 Juni 2020 | 13:30 WIB

JURU bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kalteng dr Astrid Teresa mengatakan, jumlah kasus positif Covid-19 per Kamis (25/6) sebanyak 810 orang. Bertambah 12 kasus dengan distribusi dari Palangka Raya tiga kasus, Kotawaringin Barat dua kasus, Barito Timur satu kasus, dari Murung Raya tiga kasus dan dari Gunung Mas tiga kasus.

Gubernur Kalteng H Sugainto Sabran memberikan perhatian khusus kepada bupati Barito Selatan.  Berdasarkan analisis angka reproduksi efektif (RT) persebaran Covid-19 nilai RT meningkat menjadi 6,56 dari hari sebelumnya. Berarti tingkat penularan Covid-19 di Barito Selatan, satu orang dapat menularkan ke enam sampai tujuh orang. Oleh karena itu, gubernur meminta kepada Bupati Barito Selatan segera melakukan tracking agresif.

Sementara itu, berdasarkan data dari Perhimpunan Ahli Epidemologi Indonesia (PAEI) Kalteng, kecepatan persebaran di Kalteng pe Minggu (21/6) lalu berada diangka 28,77 per 100 ribu penduduk. Perhitungan ini berarti dalam 100 ribu orang ada 28 orang yang positif Covid-19.

"Tetapi angka 28,77 ini skoringnya menjadi 2,7 dan masuk pada zona risiko rendah, karena perhitungannya 28.7x0.095 menjadi 2,7," ucap Ketua PAEI cabang Kalteng Rini Fortina. Untuk diketahui, jika zona berisiko tinggi, berada di angka 0-1,8, risiko sedang 1,9-2,4.

Dalam rangka deteksi dini penyebaran Covid-19, Pemprov Kalteng sudah melakukan tes massal di beberapa wilayah yang dianggap memiliki tingkat persebaran Covid-19 yang cukup tinggi. Tetapi memang, untuk tes PCR massal tidak bisa diterapkan per wilayah area tempat tinggal karena dalam epidemiologi area penyakit menular tidak bisa dibatasi.

“Dalam epidemiologi digunakan teknik surveilans penyakit, yakni teknik penemuan kasus dilakukan dengan menelusuri siapa saja yang berkontak dengan kasus positif Covid -19,” katanya kepada Kalteng Pos.

Semisal, jika kasus positif itu adalah orang di alamat A dan bekerja di kantor A, kemudian keluarga dan temannya siapa saja? berapa orang jumlahnya? maka pelacakan kontak itulah yang dicari, diamati dan dipantau. Orang-orang itu, lanjut dia, berpotensi akan menyebarkan penyakit berikutnya ke orang lain sehingga harus cepat dipisahkan dengan orang yang sehat atau dikarantina.

“Area wilayah digunakan untuk melihat kasus positif itu dari mana saja dan ke mana saja perjalanannya dengan bukti KTP, sehingga mempermudah pelacakan, selama masa inkubasi penyakit (14 hari,red) jika ada yang sakit atau menunjukkan gejala maka akan cepat diobati atau di bawa ke rumah sakit rujukan,” bebernya.

Menurut dia, selama ini Pemprov Kalteng, pemko dan pemkab se-Kalteng sudah berupaya keras dalam menanggulangi pandemi ini serta meminimalisir dampaknya di masyarakat. Tetapi, jika tidak ada kerja sama dari semua lapisan masyarakat, maka jumlah yang sakit dan meninggal akan bertambah banyak.

“Semua petunjuk penanggulangan sudah dijalankan oleh pemerintah, tergantung masyarakatnya untuk mengikuti anjuran dengan kepedulian tinggi kepada sesame atau tidak?,” tegasnya. Pihaknya berharap, masyarakat dapat membantu pemerintah dengan tetap menggunakan masker, cuci tangan pakai sabun, jaga jarak dan hindari kerumunan. Agar seluruh aktivitas dapat kembali seperti semula.

“Sudah banyak tenaga kesehatan yang sakit dan meninggal, kalau mereka juga sakit lalu siapa yang akan merawat kita, keluarga dan orang-orang yang kita sayangi,” sebut Rini.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalteng Suyuti Syamsul mengatakan untuk melakukan skrining dalam rangka pencegahan penularan Covid-19 di Kalteng menggunakan acuan satu persen dari satu juta penduduk. Pasalnya, untuk angka skrining saat ini sudah di atas satu persen.

“Memang, jika untuk pemeriksaan PCR, kita memang masih berada di angka 2.000 per satu juta penduduk,” ujarnya. Tetapi memang sampai sekarang tidak ada patokan standarnya harus berapa. Di luar negeri ada yang 4.500 hingga 6.000 per satu juta, tapi standarnya memang tidak ada. “Sehingga jika digabung antara kabupaten/kota se-Kalteng ini maka skrining yang dilakukan sudah tinggi,” ucapnya.

Di sisi lain, melihat tingginya angka case fatality rate (CFR) atau kematian dipengaruhi oleh banyak sebab yang saling berkaitan. Kematian pasien Covid-19 tidak terjadi karena sebab tunggal. Semisal adanya penyakit penyerta, terlambat ke rumah sakit, kelebihan pasien di RS, rasio tenaga kesehatan-pasien yang timpang serta kelelahan tenaga kesehatan menjadi faktor gabungan yang menjadi penyebab angka kematian yang tinggi.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

DPRD: Realisasi APBD Kotim tahun 2023 Lepas Target

Kamis, 28 Maret 2024 | 17:40 WIB
X