Rencana Pemko Palangka Raya menutup Pasar Besar demi memutus transmisi lokal persebaran Covid-19, mendapat tanggapan dari praktisi hukum, Suriansyah Halim. Ia berpendapat bahwa rencana penutupan pasar bukanlah solusi yang tepat. “Menurut hemat saya, penutupan pasar itu bukan solusi. Sebenarnya solusinya adalah memastikan pedagang dan warga yang datang ke pasar untuk menaati aturan protokol kesehatan. Itu saja,” kata Suriansyah kepada awak media saat ditemui di Pengadilan Negeri Palangka Raya.
Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Penegak Hukum Rakyat Indonesia ( PHRI) Palangka Raya ini menyebut, selama masyarakat tidak disiplin melaksanakan protokol kesehatan Covid-19, maka pilihan penutupan pasar hanya menunda sementara waktu persebaran virus di Pasar Besar.
“Percuma saja menutup pasar kalau sesudah pasar dibuka lagi, masyarakat datang berbondong-bondong ke pasar untuk membeli kebutuhan yang sudah habis selama tiga hari selama pasar ditutup. Ya, bisa banyak yang kena lagi,” sebutnya.
Menurut Suriansyah, pemerintah juga perlu memikirkan jalan alternatif atau solusi bagi masyarakat dan pedagang untuk memenuhi kebutuhan pangan selama ditutupnya Pasar Besar. “Itu harus ada solusinya, tidak boleh sembarang tutup saja,” tegasnya.
Selain disiplin, kunci utama untuk memutus persebaran Covid-19 di Palangka Raya, sambungnya, adalah dengan penegakan hukum dan pemberian sanksi tegas bagi warga yang tidak melaksanakan protokol kesehatan dalam kegiatan sehari-hari.
“Saya yakin bisa diatasi. Selama ini kan tidak ada yang ditakuti masyarakat, karena tidak ada sanksi yang bisa memberi efek jera,” katanya seraya menyebut pedagang bisa saja menuntut ke jalur hukum bila mereka benar dan merasa dirugikan.
“Kalau memang ada pedagang merasa dirugikan, bisa menuntut secara perdata ke pengadilan dengan dasar tuntutan perbuatan melawan hukum,” pungkasnya.