Di Tahanan, Terdakwa Pembakar Lahan yang Sudah Kai-Kai Itu Mengaku Gemetaran

- Kamis, 23 Januari 2020 | 12:25 WIB
Sapur (kiri) melempar senyum ketika bertatap muka dengan rekan sejawatnya, Mulyono. (FADLI HERIJA/KALTENG POS)
Sapur (kiri) melempar senyum ketika bertatap muka dengan rekan sejawatnya, Mulyono. (FADLI HERIJA/KALTENG POS)

MUARA TEWEH-Tak pernah terpikirkan sebelumnya, hari-hari pada masa tuanya dilalui di penjara. Lantaran setengah hektare lahan miliknya terbakar, ia pun mesti merasakan dinginnya ruang di balik jeruji besi.

Sekitar pukul 14.00 WIB, mobil tahanan tiba di Pengadilan Negeri (PN) Muara Teweh. Saprudin alias Sapur langsung digiring polisi dan jaksa menuju ruang tahanan. Sidang pada Senin (20/1) itu tak seperti sidang-sidang yang dijalani sebelumnya. Kali ini Sapur tak diperbolehkan berbincang lebih leluasa dengan keluarganya.

Pada sidang sebelumnya, pria 61 tahun itu masih bisa ngobrol santai sambil lesehan di lantai yang tak jauh dari ruang tahanan di lantai dasar. Tak dibatasi oleh jeruji besi. Akan tetapi, kali ini sempat membuat pihak keluarga kecewa.

"Saya tidak tahu kenapa dan tidak ada penjelasan. Bapak Langsung dimasukkan ke sel. Padahal biasanya, sembari menunggu persidangan, kami bisa kumpul-kumpul duduk lesehan," ungkap Edi, anak pertama Sapur.

Pria 35 tahun itu berusaha kuat menahan emosinya, melihat derita yang dialami ayahnya. Edi begitu khawatir dengan kondisi kesehatan ayahnya yang kian hari kian menurun. Sapur mengalami gangguan rabun mata dan pendengaran sebelum ditahan. Pada hari itu, Edi melihat perubahan drastis pada ayahnya. "Tubuh bapak saya gemetaran," sebut Edi.

Penulis menghampiri Sapur yang berdiri di balik jeruji. Memakai kopiah warna putih dan kemeja motif batik. Tampak begitu rapi.

Sapur melemparkan senyum ketika penulis memperkenalkan diri. Sapur tampak tegar, meski ketika penulis bersalaman, tangannya terasa bergetar.

Suasana bahagia bercampur haru tatkala mendengar suara Mulyono (65), rekan sejawatnya yang hadir memenuhi panggilan sebagai saksi dan menemani penulis menghapirinya. "Apa kabar pak?" sapa penulis kepada Sapur.

"Alhamdulilah, saya sehat. Cuma badan saya agak gemetaran. Mungkin karena lama tidak bekerja," ucapnya sembari tersenyum simpul. Sungguh jawaban yang membuat lega hati.

Sapur sedikit bercerita pengalamannya. Ia mengatakan bahwa selama dipenjara jarang melakukan aktivitas. Bagi Sapur yang hari-harinya selalu bergelut dengan aktivitas di ladang, suasana di ruang tahanan terasa sangat membosankan. Ingin membuat kerajinan tangan dan sebagainya. Namun ada daya, penglihatannya  tak mendukung. "Kami yang biasa bekerja ini, kalau diam seperti ini. badan malah sakit-sakitan," ujarnya.

Sapur begitu ingin melepas rindu dengan keluarganya untuk berbagi kisah. Namun, waktunya sangat terbatas.

Sekitar pukul 16.30 WIB, sidang dimulai. Majelis Hakim yang diketuai Cipto Hosari Parsaoran Nababan dan didampingi dua hakim anggota, membuka persidangan dengan agenda menghadirkan saksi yang meringankan.

Mulyono, Sahrudin, Karya Dwi Cahya, dan Baktor Kuling dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan itu. Disumpah untuk menyatakan kebenaran. Hakim menanyakan kepada penasihat hukum terdakwa, Ditta. "Siapa yang terlebih dahulu?" tanya Cipto.

"Mulyono pak, saksi mata pada waktu kejadian," jawab Ditta. Mulyono pun menceritakan peristiwa pada 18 September 2019 lalu itu. Ia menerima kabar bahwa kebun karet miliknya terbakar di daerah Juking Pajang, Kabupaten Murung Raya. Mendengar itu, dirinya pun bergegas menuju kebun. Kebetulan ada lima anggota kepolisian saat itu.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Infrastruktur di Pedalaman Katingan Memprihatinkan

Minggu, 21 April 2024 | 14:00 WIB
X