“Fasilitas Belajar Ludes Semua, tapi Tidak dengan Semangat Kami”

- Minggu, 1 Desember 2019 | 11:53 WIB

Peserta didik SMP dan SMA Karya berusaha membuang jauh-jauh ingatan akan kebakaran tempo hari. Kini, mereka fokus mengikuti pelajaran. Meski terpaksa harus menumpang ke sekolah lain.

 

 ANISA B WAHDAH, Palangka Raya

“BERDOA itu perlu, bapak minta salah satu dari kalian memimpin doa sebelum kita memulai pelajaran ini,” seru salah satu guru yang mengisi pelajaran (29/11). Suara itu berasal dari kelas nomor urut dua dari ujung Sekolah Menengah Pertama (SMP) Pancasila, Jalan Jalak IV, Kecamatan Jekan Raya Kota Palangka Raya.

Ruang itu bisa digunakan oleh siswa-siswi SMA Karya, lantaran kegiatan belajar mengajar (KBM) di SMP Pancasila ini saban hari dimulai pukul 12.00 WIB.

Penulis mencoba menyapa salah satu guru berkaos merah yang bertuliskan Sekolah Menengah Atas (SMA) Karya di dada sebelah kirinya. Tidak salah, mereka guru dari sekolah yang terbakar di Jalan Sakan V, Rabu (27/11) dini hari. Dan suara empat ruang kelas itu adalah siswa-siswi SMA Karya.

Terpaksa, 38 siswa-siswi SMA Karya ini harus melaksanakan KBM menumpang di SMP Pancasila. Lantaran, Rabu dini hari, sekolah mereka terbakar, hangus rata dengan tanah.

Bukan tidak senang harus menumpang, tetapi rasa kenyamanan di sekolah sendiri membuat anak-anak dan guru-guru masih terngiang-ngiang oleh sekolahnya yang sudah berdiri puluhan tahun itu. Tidak ada pilihan lain, keinginan mereka terus belajar.

Ikhlas, itulah yang harus mereka lapangkan di dada saat ini. Menyesal pun tidak akan mengembalikan puing-puing hitam bekas bangunan sekolahnya yang terbakar.

“Ya bagaimana lagi mbak, kami terpaksa harus menumpang sementara waktu karena sekolah kami terbakar, tidak ada pilihan lain yang penting anak-anak bisa tetap belajar,” kata Kepala SMA Karya, Hewufahmi kepada Kalteng Pos.

Pihaknya berterima kasih, banyak kepala sekolah negeri di Kota Palangka Raya yang menawarkan diri untuk membantu fasilitas menampung anak-anak didiknya belajar. Tapi, perempuan berkaca mata ini memilih SMP Pancasila yang notabene sekolah dengan bangunan yang cukup sederhana.

Pihaknya memilih SMP Pancasila ini karena beberapa alasan. Pertama, sekolah ini KBM dilaksanakan mulai pukul 12.00 WIB sehingga kedatangan 38 siswa dan 16 guru tidak akan menggangu KBM di SMP Pancasila. Kedua, sekolah ini masih memiliki beberapa ruang kelas kosong dan fasilitas meja serta kursi yang cukup. Ketiga, anak-anak yang menimba ilmu di SMA Karya adalah anak-anak yang sebagian besar menyambi bekerja, sehingga tidak bisa bergabung dengan sekolah negeri lain yang sebagian sudah menerapkan full day school atau sekolah lima hari.

“Ada beberapa pertimbangan memang, salah satunya karena SMP Karya ini masih menerapkan sekolah enam hari, sedangkan sekolah-sekolah negeri yang akan membantu kami sudah menerapkan lima hari.” Katanya kepada Kalteng Pos.

Empat ruang kelas mereka hanya terisi kursi dan meja untuk belajar, sepasang meja kursi guru pengajar dan satu papan tulis saja. Tidak ada hiasan apapun karena fasilitas sekolah mereka sudah hangus, menjadi puing-puing bekas bara api dan abu hitam.

“Fasilitas kami sudah habis semua, baik itu buku, komputer dan beberapa fasilitas lainnya,” ucapnya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Tujuh Daerah di Kalteng Ini Terima Teguran KPK

Jumat, 26 April 2024 | 10:45 WIB

Infrastruktur di Pedalaman Katingan Memprihatinkan

Minggu, 21 April 2024 | 14:00 WIB
X