Begini Cara Memasyarakatkan Koperasi di Kalangan Generasi Milenial

- Sabtu, 19 Oktober 2019 | 11:21 WIB

Seiring berjalannya waktu, keberadaan koperasi ternyata telah menjalar ke kalangan milenial. Terbukti di Kota Palangka Raya ada beberapa koperasi yang aktif. Pengurusnya pun begitu serius untuk mengelola koperasi masing-masing.

GILANG RAHMAWATI, Palangka Raya

TENGAH hari menjadi waktu yang paling ramai di kafetaria Kopma UPR. Terbukti ketika saya mengunjunginya, Senin (14/10), jajaran kursi yang tersedia di kopma terisi penuh oleh mahasiswa, mulai dari warung hingga sudut parkiran. Ada yang sedang asyik berbincang, ada pula yang sibuk mengisi perut yang kosong.

“Beginilah suasananya kalau siang. Apalagi kalau sekitar jam 10 pagi,” ucap Ketua Pengurus Kopma UPR, Adit Saputra, sembari mempersilakan saya menikmati segelas es teh manis dari salah satu warung di kopma ini.

Rupanya suasana ramai seperti ini sempat tidak terasa di kopma yang berdiri sejak tahun 1985 ini pada beberapa tahun belakangan. Diceritakannya, itu karena kepengurusan yang tak jelas, terlebih soal pengelolaan manajemen keuangan.

Kondisi itu akhirnya membuat pengurus yang bekerja di tahun ini memiliki pekerjaan berat. Adit pun bertekad ingin memperbaiki manajemen koperasi tersebut. Dimulai dari sumber daya manusia (SDM), hingga yang terpenting soal pengelolaan manajemen keuangan. Tekad itu pun mulai diwujudkan.

Pengurus mulai menerapkan sistem 70 banding 30, yaitu 70 persen diisi oleh mahasiswa dan 30 persen untuk masyarakat. “Dengan 30 persen itu, tujuannya agar universitas juga merasakan kehadiran masyarakat. Begitu juga sebaliknya, masyarakat juga mengenal universitas lewat koperasi ini,” ucap Adit.

Kemudian, jatah 70 persen, artinya mereka (pengurus, red) dengan tangan terbuka menerima mahasiswa yang ingin berbisnis di koperasi ini.

“Bagi teman-teman mahasiswa yang ingin membuka usaha di sini, kami dukung dari nol sampai dia (mahasiswa, red) bisa. Kalau dia menyerah, dia keluar, kami tetap mencari atau mengajak yang baru untuk menggantikan,” tambah mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis ini.

Akhirnya, saat ini sudah ada lima warung yang aktif berjualan. Juga ada usaha fotocopi, walau saat ini masih belum berjalan karena mesinnya sedang rusak.

Mereka juga menggandeng pihak ketiga atau pemerintah untuk mendapat dukungan. Ada pihak ketiga yang memberikan dana untuk pembenahan kafetaria, dan ada pula dari pemerintah yang memberikan rombong jualan. Dari rombong ini jugalah banyak mahasiswa yang tertarik membuka usaha.

Sementara itu, bila ada mahasiswa atau masyarakat yang ingin bergabung, pengurus tak membuat persyaratan yang rumit. Cukup menyerahkan kartu identitas dan menandatangani kontrak kerja sama. Salah satu isi kesepakatan kontrak menyinggung tentang penyewaan lokasi kafetaria.

Bila pertama kali bergabung, pengurus menerapkan sistem penyewaan secara gratis dalam jangka waktu yang disepakati. Setelah bisnis mahasiswa berkembang (pemasukan lancar, red), barulah pengurus akan menarik biaya sewa. Penerapan ini sudah berjalan lancar. Tak ada satu pun yang keberatan.

Ia juga sempat melontarkan kegelisahan terkait SDM. Ia sangat menyayangkan bisnis makanan dan minuman (mamin) yang dibuka oleh mahasiswa di kafetaria kopma ini tidak beragam. Mamin didominasi bisnis dari tren yang sedang berkembang, bukan inovasi baru dari mahasiswa.

“Padahal dari awal bergabung kami sempat mengarahkan mereka untuk membuat inovasi baru, bukan yang sedang menjadi tren saat ini. Mereka berpikir bisnis itu sedang booming, jadi pasti sukses juga untuk mereka,” ujarnya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

DPRD: Realisasi APBD Kotim tahun 2023 Lepas Target

Kamis, 28 Maret 2024 | 17:40 WIB
X