Melihat Tradisi Menuba Ikan oleh Suku Dayak di Aruta

- Rabu, 2 Oktober 2019 | 10:43 WIB

Suku Dayak memiliki beragam tradisi dan kebudayaan yang masih terjaga hingga kini. Salah satunya kepercayaan turun-temurun dari leluhur mengenai tradisi menuba ikan. Ritual adat ini hanya dilaksanakan saat musim kemarau melanda. Ketika ritual digelar, masyarakat meyakini hujan akan turun membasahi alam semesta.

 

SONY IMAN PERMANA, Pangkalan Bun

 

KEMARAU tahun ini cukup lama. Berbulan-bulan lamanya. Hujan jarang menyirami pepohonan dan tanaman di bumi. Kalau pun ada, intensitasnya tidak seberapa dan hanya membasahi sebagian wilayah saja. Kondisi inilah yang membuat suku Dayak menggelar ritual adat menuba. Suatu ritual meracuni ikan menggunakan getah akar tuba.

Ritual adat menuba ini dilaksanakan oleh suku Dayak di Desa Gandis, Kecamatan Arut Utara (Aruta), Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) pada Minggu (29/9). Ritual yang sudah eksis sejak dahulu kala ini, tetap dipertahankan masyarakat setempat. Budaya ini sudah diwarisi turun-temurun dari leluhur, dan sudah menjadi tradisi setiap terjadi musim kemarau panjang.

Tradisi ini tidak hanya ritual “memanggil” hujan semata, tapi juga ada makna lain yang bisa diambil dari kegiatan ini. Salah satunya, mengajarkan tentang gotong royong dan kebersamaan suku Dayak.

Sebelum ritual dimulai. Masing-masing warga mencari akar tuba di hutan belantara. Kemudian akar tuba itu dikumpulkan dan ditumpuk pada gosong pasir atau batu di hulu sungai yang akan dituba. Setelah terkumpul, masyarakat bergotong royong memukul akar tuba itu untuk mengeluarkan getah beracunnya. Karena getahnya mematikan, untuk proses memukul akar tuba hanya dilakukan oleh yang berusia dewasa.

Setelah akar tubanya remuk, barulah diperas ke dalam perahu atau sampan yang sudah diisi air. Air perasan akar tuba itu akan tampak berwarna putih. Air perasan akar tuba itu akan dimasukkan ke dalam sungai setelah diizinkan tetua adat setempat untuk ditumpahkan.

Berselang 10 hingga 20 menit, berbagai jenis ikan akan bermunculan. Warga yang sudah menunggu di hilir sungai langsung menangkap dengan peralatan tradisional, seperti tombak. Sebagian memilih menangkap menggunakan tangan kosong.

Tradisi menuba ikan ini ternyata menarik perhatian pemangku kepentingan di Kobar. Bupati Kobar Hj Nurhidayah bersama sang suami H Ruslan AS, Wakil Bupati Ahmadi Riansyah dan istri Mina Irawati, ikut serta dalam ritual tersebut.

Bupati perempuan pertama di Kalteng ini mengapresiasi tradisi menuba ini. Dia berharap, tradisi ini tetap dilestarikan, agar tidak punah oleh perkembangan zaman. Sebab, ritual adat ini hanya akan dilakukan saat musim kemarau panjang, sehingga diberikan berkah hujan. Tentunya apa yang dilakukan dalam upacara ini sesuai dengan aturan adat dan tidak melakukan hal-hal yang justru melanggar atau mengganggu.

"Ini sudah menjadi tradisi setiap terjadi kemarau panjang, dengan harapan bisa turun hujan. Alhamdulilah doa dan harapan warga sudah terwujud," kata bupati.

Seluruh warga bersama-sama memanen ikan yang ada di sekitar sungai di wilayah Kecamatan Arut Utara. Ritual adat ini juga sebagai upaya menyambung tali silaturahmi dengan masyarakat sekitar. Bupati pun berharap agar masyarakat Aruta bersama-sama menjaga warisan budaya tersebut serta melindungi sungai di wilayahnya, karena sungai menjadi salah satu yang menjamin keberlangsungan hidup.

"Kami minta sungai ini dijaga secara baik, supaya yang indah dan berseri ini tidak rusak dan mampu memberikan berkah bagi warga," pungkasnya. (*/ce/ala)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Perumahan Dinas Guru di Katingan Jadi Arang

Rabu, 17 April 2024 | 12:57 WIB

Pantai Sungai Bakau Perlu Tambahan Fasilitas

Minggu, 14 April 2024 | 15:00 WIB

Warga Serbu Pusat Perbelanjaan di Kota Sampit

Minggu, 14 April 2024 | 10:26 WIB
X