Cerita Heroik Petugas yang Memadamkan Karhutla di Kalteng

- Minggu, 22 September 2019 | 09:47 WIB

Kurang lebih tiga bulan, mereka berjuang menanggulangi api kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Kerja mulai dari pagi, siang, sampai malam. Mengorbankan waktu bersama keluarga demi menyelamatkan paru-paru dunia.

 

AGUS PRAMONO, Palangka Raya

DERU mesin pompa terus berdenging. Ditempatkan di samping parit selebar dua meter. Sumber air yang ada di lokasi kebakaran. Selain mobil tangki yang hilir mudik menyuplai.

Tampak tiga petugas beristirahat di teras warga yang berada di Jalan Tjilik Riwut Km 16,5, Palangka Raya. Lokasi penghasil asap yang dilakukan pendinginan oleh petugas berjarak sekitar 600 meter dari bibir jalan.

Tampak di tengah-tengah pepohonan, tiga petugas pemadam sedang sibuk membasahi lahan gambut yang masih mengeluarkan asap. Penulis pun mendekat. Mengikuti alur slang berukuran 2,5 inci. Jarak 20 meter, slang itu disambung lagi dengan slang ukuran 1,5 inci.

Petugas pemadam kebakaran dari TSAK Bukit Tunggal bersama TNI-Polri saling berbagi tugas. Ada yang memegang nosel, ada yang menarik dan memindahkan slang, ada juga yang mengarahkan di mana titik-titik asap yang hendak dipadamkan.

“Kami hari ini melakukan pembasahan. Mencari titik-titik asap yang masih keluar dari dalam tanah gambut ini,”ujar salah satu petugas, Rano sambil terus memegang nosel mengarahkan air ke tanah.

Meski tak ada api, terasa sekali hawa panas di sekitar lokasi terbakar yang mencapai puluhan hektare. Baru 30 menit saya berada di sana, bulir-bulir keringat sudah keluar dan membasahi kaos yang saya kenakan. Bisa dibayangkan, bagaimana dengan petugas yang sudah berjam-jam berada di sana. Seragam mereka tampak lusuh. Basah oleh keringat. “Nanti sampai rumah, (seragam, red) sudah kering lagi,”celetuknya.

Rano dan rekan-rekannya sudah tiga bulan berjibaku mengendalikan karhutla. Medan berat, dan kabut asap menjadi santapan sehari-hari. Semua dijalani dengan ikhlas. Bagi mereka, tak ada gunanya mengeluh.

Tak lama setelah itu, para pemadam beristirahat sejenak. Menu nasi, mie, ayam, dan telur yang dikirim dari posko langsung disantap. Mereka duduk di teras rumah warga.

Sambil melahap, obrolan kami pun mencair. Ada suka duka yang dirasakan selama berada di medan karhutla. Puas ketika berhasil menerobos ilalang agar mencapai titik api. Puas ketika berhasil memadamkan. Tentu, kepuasan yang tak bisa dibeli dengan uang adalah jerih payah mereka bisa dihargai.

Terkait kepedulian masyarakat sekitar, tidak menentu. Terkadang, ada warga yang melapor adanya kebakaran lahan di lingkungan tempat tinggalnya, malah tidak membantu sama sekali. Padahal rumahnya terancam rembetan api.

“Kalau di lapangan, kami menemukan banyak hal. Ada warga yang peduli, ada yang tidak. Ada yang menyuguhi kopi, ada yang memilih mengunci diri,”ungkap pria 35 tahun itu.

Sementara, relawan dari Barisan Pemadam Kebakaran (BPK) AS Syuhada, M Suparmin mengaku, terlibat dalam penanggulangan karhutla sejak tahun 2015 silam. Tak jera terlibat langsung memadamkan api, meski tahun ini kondisinya sedikit kurang mujur. Tiga mesin pompa yang ada di markasnya rusak. Tidak tahan digunakan berjam-jam dalam satu hari.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Perumahan Dinas Guru di Katingan Jadi Arang

Rabu, 17 April 2024 | 12:57 WIB

Pantai Sungai Bakau Perlu Tambahan Fasilitas

Minggu, 14 April 2024 | 15:00 WIB

Warga Serbu Pusat Perbelanjaan di Kota Sampit

Minggu, 14 April 2024 | 10:26 WIB
X