HADEH NGGA ADA MATINYA..!! Lokalisasi Ditutup, Prostitusi Malah Pindah ke Sini...

- Rabu, 4 September 2019 | 10:11 WIB

NANGA BULIK - Sebagai tindak lanjut hasil operasi penyakit masyarakat (pekat) di sejumlah tempat hiburan malam, Sabtu (31/8) malam lalu, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Lamandau melakukan penyuluhan. Sasarannya khusus kepada para pekerja seks komersil (PSK) dan pemilik tempat hiburan malam. Kegiatan itu dilakukan di Nanga Bulik, Senin (2/9).

Hal itu, meski semua lokalisasi telah ditutup di Kabupaten Lamandau dalam beberapa tahun terakhir, ternyata tak menghentikan praktik prostitusi. Esek-esek terselubung pun menjelma ke wujud lain. Seperti tempat hiburan berupa karaoke, warung kopi hingga salon kecantikan.

"Dari beberapa tempat hiburan malam di sekitaran jalan trans Kalimantan arah Kalbar, setelah kami data ada sekitar 20 orang pemandu lagu yang diduga juga sebagai PSK. Kami juga berhasil mengamankan kurang lebih 80 botol miras jenis anggur merah dan bir," ungkap Kasie Penegakan Satpol PP dan Damkar Lamandau Agung Endro Nugroho..

Terkait temuan itu, pada Senin (2/9) lalu, semua PSK dan pemilik tempat hiburan dipanggil Satpol PP untuk diberikan penyuluhan. Ada sembilan wanita penghibur bersama dua mucikari dari dua karaoke memenuhi panggilan petugas. Menyusul belasan wanita penghibur dari warung kopi yang merupakan hasil razia dua pekan lalu turut dipanggil kembali.

“Mereka ini yang membuka warung kopi remang-remang di jalan negara dekat taman makam pahlawan, yang juga menyediakan jasa esek-esek,” ungkap Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Lamandau, Triadi, kemarin.

Mereka yang dipanggil untuk pembinaan itu langsung menjalani tes HIV/Aids oleh Dinas Kesehatan serta bimbingan konseling dari Dinas Sosial setempat. Setelah tes HIV/Aids, satu persatu melakukan konseling dengan psikolog dari Dinas Sosial. Diharapkan mereka nantinya bisa sadar dan beralih ke pekerjaan lain.

Wakil Bupati Lamandau Riko Porwanto juga memberikan arahan kepada para PSK. Menurut Riko, pemerintah daerah akan lebih serius lagi dalam menangani masalah sosial ini.

“Saat ini, perda yang mengaturnya tengah digodok. Mudah-mudahan akhir tahun ini bisa selesai. Dimana sanksi adalah 3 bulan penjara dan denda maksimal 50 juta rupiah, sehingga baik pengguna maupun penyedia (jasa prostitusi) bisa dijerat,” tegasnya. (*cho/ens)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Tujuh Daerah di Kalteng Ini Terima Teguran KPK

Jumat, 26 April 2024 | 10:45 WIB
X