Karena Hal Ini, Pemadaman Karhutla Makin Sulit

- Sabtu, 10 Agustus 2019 | 20:35 WIB

DUGAAN pembakaran hutan dan lahan alias karhutla terus terjadi. Dilihat dari data luas kebakaran hingga Rabu 7 Agustus, Palangka Raya menduduki peringkat tertinggi karhutla seluas 789,15 hektare. Berbanding terbalik dengan Bartim yakni 0 hektare karhutla.

Laporan harian pos komando siaga darurat bencana asap akibat karhutla 2019, juga mencatatkan Palangka Raya terbanyak kejadian karhutla dengan 365 kali. Berbanding terbalik dengan Gunung Mas yang hanya terjadi 1 kali sejak Januari hingga Agustus 2019.

Karhutla yang masih merajalela, dikhawatirkan berlangsung mengiringi kemarau. Apalagi El Nino kembali terjadi tahun ini. Potensi asap pekat dampak karhutla bisa terjadi.

Sebagai salah satu upaya pencegahan, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kalteng menyediakan sumur bor untuk pembasahan lahan gambut. Saat ini, tercatat 9.600 seumur bor telah dibangun di Kalteng.

"DLH memiliki fungsi mitigasi yakni pencegaha. Saat ini di Kalteng sudah memiliki 9.600 sumur bor yang berfungsi untuk pembasahan lahan gambut," kata Plt Kepala DLH Kalteng Norliani saat diwawancarai, belum lama ini.

Akan tetapi, yang menjadi persoalan bahwa saat ini karhutla tidak terjadi di area dekat bangunan sumur bor, melainkan sebaliknya. Meski demikian, pihak DLH optimistis bahwa pembangunan sumur bor ini sudah sangat membantu dalam menurunkan tingkat kebakaran dari tahun ke tahun.

"Kejadian kebakaran ini kan tak terduga. Ada kebakaran yang terjadi di area yang sudah terbangun sumur bor, tapi ada juga yang tidak. Sekarang ini sepertinya terjadi di daerah yang jauh dan belum terbangun sumur bor," ucapnya kepada Kalteng Pos.

Menurut Norliani, karhutla sangat dipengaruhi pola iklim yang terjadi di Kalteng. Sebagai contoh El Nino pada 2015 lalu. Saat ini El Nino kembali terjadi setelah berselang waktu empat tahun.

"Iya, karhutla memang dipengaruhi iklim. Apabila sudah masuk musim kemarau, maka rawan terjadi kebakaran di lahan gambut yang terkena api secara sengaja maupun tidak," bebernya.

Lebih lanjut dikatakannya, saat ini sudah terbentuk Masyarakat Peduli Api (MPA), yang membantu menjaga wilayah masing-masing agar tak terjadi kebakaran hutan maupun lahan. Seperti halnya menjaga sumur bor. Tanggung jawab itu diserahkan kepada MPA.

“Sampai saat ini sumur bor berfungsi dengan baik. Tiga atau enam bulan sekali rutin dilakukan pengurasan,” tegasnya.

Selain itu, DLH pun selalu menjalin komunikasi dan koordinasi dengan penegak hukum maupun pihak-pihak terkait. (abw/ce/abe)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Infrastruktur di Pedalaman Katingan Memprihatinkan

Minggu, 21 April 2024 | 14:00 WIB

Perumahan Dinas Guru di Katingan Jadi Arang

Rabu, 17 April 2024 | 12:57 WIB
X