Duit Rp 8 Triliun untuk Pengadaan Lahan Ibu Kota Baru

- Minggu, 19 Mei 2019 | 11:34 WIB

PALANGKA RAYA-Wacana pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke luar Pulau Jawa terus dimantapkan. Alokasi anggaran untuk pembangunan ibu kota baru ini, dipastikan tidak akan mengganggu alokasi anggaran untuk program lainnya. Jika ditotal pembiayaannya, mencapai Rp466 triliun rupiah. Dari jumlah tersebut, ada sekitar Rp8 triliun yang digunakan untuk pengadaan lahan.

Dalam dialog pembangunan ibu kota negara di Jakarta, Kamis (16/5), Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang Brodjonegoro telah memaparkan estimasti-estimasi pembiayaan yang akan dikeluarkan untuk pembangunan ibu kota baru ini. Totalnya ada empat komponen, meliputi pembangunan istana negara, gedung eksekutif, legislatif, yudikatif, hingga pengadaan lahan.

Alokasi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk pembangunan ibu kota baru sebesar Rp30,6 triliun. Anggaran itu akan digelontorkan dalam jangka waktu beberapa tahun, tapi sesuai waktu pembangunan. Ia mencontohkan, adaikan dalam lima tahun, maka setahun akan disediakan sekitar Rp6 triliun.

"Dari alokasi APBN sebesar Rp30,6 triliun itu, sekitar Rp18,6 triliun digunakan untuk membangun Istana Negara dan bangunan strategis untuk TNI dan Polri. Sementara Rp8 triliun digunakan untuk pengadaan lahan dan Rp 4 triliun untuk kebutuhan ruang terbuka hijau. Total kebutuhan anggaran untuk pembangunan ibu kota diperkirakan mencapai Rp466 triliun,” ungkap Bambang di Jakarta.

Untuk menutupi kekurangan APBN, lanjut Bambang, sebanyak Rp340,6 triliun diharapkan bersumber dari skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU). Pihak swasta diharapkan memberikan kontribusi sebesar Rp95 triliun. Kebutuhan anggaran yang akan berasal dari swasta dan BUMN, kata dia, bukan menjadi pengeluaran, melainkan investasi untuk pelaku usaha.

Sementara itu, rencana pemindahan ibu kota negara ke segitiga emas; Palangka Raya, Gunung Mas, dan Katingan menimbulkan dampak yang luas ke depannya. Salah satunya adalah kemungkinan naiknya harga jual tanah.

Menyikapi hal tersebut, Wali Kota Palangka Raya Fairid Naparin mengatakan, pemindahan ibu kota negara secara otomatis berpengaruh pada nilai jual tanah yang ada di Kota Palangka Raya ini.

“Mungkin saja akan mengalami kenaikan harga dari biasanya. Namun, saya pikir kenaikannya tidak akan signifikan,” ujarnya.

Menurut wali kota muda ini, kenaikan harga tanah ini tidak terlalu berpengaruh secara global. Sebab, rencana ini sudah jauh terdengar sebelumnya di kalangan masyarakat Kota Cantik. Apabila benar adanya, rasanya tidak sampai membuat sesuatu hal yang mengkhawatirkan.

“Dari lima tahun lalu harga tanah ini cenderung naik turun saja, namun masih pada batas wajar,” terang Fairid.

Fairid pun mengungkapkan, rencana pemindahan ibu kota negara ke Palangka Raya tidak mutlak di pusat kota. Pihaknya telah menyiapkan lahan di Kecamatan Rakumpit sebagai daerah atau kawasan yang strategis dan cocok untuk rencana tersebut.

“Ya, pemko menyediakan lahan sekitar 66.000 hektare di Rakumpit untuk rencana pemindahan ibu kota negara ini. Bukan di tengah-tengah kota ini pastinya,” jelasnya.

Ketua Ombudsman Kalteng Thoseng Asang pernah mengatakan, masalah lahan memang harus diselesaikan oleh pemerintah, dalam rangka realisasi rencana pemindahan ibu kota negara ke Kalteng.

Sebab, tak dipungkiri masih tingginya kasus sengketa dan tumpang tindih lahan di Kalteng ini. Hal tersebut mesti jasi perhatian serius pemerintah, agar ke depannya tidak akan terjadi permasalahan lahan dan lainnya. 

“Sehingga dari sisi pelayanan publik dapat berjalan dengan baik. Sebab, sebagai  ibu kota negara, yang diutamakan adalah pelayanan publik yang baik dan cepat. Itu juga yang menjadi pekerjaan rumah pemerintah ketika rencana itu direalisasikan nanti,” pungkas Thoseng.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Infrastruktur di Pedalaman Katingan Memprihatinkan

Minggu, 21 April 2024 | 14:00 WIB
X