Mendapatkan kesempatan belajar di luar negeri tidak lah mudah. Apalagi S3. Tidak banyak putra daerah Kalteng yang bisa menorehkan prestasi tersebut. Bhayu Rhama ST MBA, Dosen Fisip Universitas Palangka Raya (UPR) satu di antara yang sedikit itu. Saat ini ia sedang menempuh pendidikan S3 Pariwisata di UCLan, Inggris.
------------------------------------------------------------------------------------
BHAYU tinggal di Preston, Inggris. Sebuah kota dekat Manchester, bersama istri dan dua anak perempuan. Sebenarnya Bhayu tidak pernah membayangkan akan melanjutkan sekolah S3 di akhir tahun 2013.
Sudah sembilan tahun lamanya sejak Bhayu menyelesaikan pendidikan terakhir S2 dan mendirikan usaha di bidang pariwisata sambil menjadi dosen lepas di Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta. Bhayu cukup senang dengan kegiatan yang dimiliki pada waktu itu, tetapi ketika anak pertama mulai lahir, Bhayu dan istri mulai memikirkan apa yang bisa mereka tinggalkan nantinya untuk anak-anak mereka.
Mereka ingin memberikan pengalaman hidup kepada anak-anak sebagai modal untuk menghadapi tantangan hidup selanjutnya. Diskusi Bhayu dan istri akhirnya sampai pada kesimpulan, mereka harus berusaha untuk tinggal di luar negeri untuk memberikan pengalaman itu.
---------- SPLIT TEXT ----------
Sebagian besar orang mungkin beranggapan bahwa keinginan itu terlalu muluk dan hanya untuk orang mampu tapi mereka bukan keluarga yang memiliki materi berlebih. Mungkin orang tua mereka mampu secara materi tetapi sudah malu rasanya untuk minta, karena mereka sudah berkeluarga. Sehingga hidup di luar negeri dengan beasiswa Yayasan Ayah Bunda (baca ‘orang tua’) sudah dihapus dari primbon kehidupan mereka. Namun demikian, seperti pepatah banyak jalan menuju ke Roma, maka pasti ada jalan lain untuk dapat merasakan hidup di luar negeri.
Mereka akhirnya sepakat bahwa mencari beasiswa untuk menempuh pendidikan S3 dapat menjadi jalan bagi mereka untuk mencapai cita-cita tersebut. Fokus kerja yang Bhayu miliki harus berubah yang tadinya fokus pada usaha pariwisata menjadi fokus pada kegiatan akademik menjadi dosen di UPR untuk mengasah kembali kemampuan Bhayu melakukan tri dharma perguruan tinggi (mengajar, meneliti, dan mengabdi pada masyarakat). Dengan demikian akan terbuka peluang untuk mendapatkan beasiswa pendidikan S3 ke luar negeri dari pemerintah.
Proses mendapatkan beasiswa tersebut gampang-gampang susah. Bhayu katakan mudah karena pada akhirnya ia bisa mendapatkan beasiswa tersebut tetapi ia juga sempat merasakan hal tersebut sulit di masa awal pendaftaran beasiswa.
---------- SPLIT TEXT ----------
Kesulitan yang Bhayu hadapi lebih banyak dalam kesulitan mengalahkan diri sendiri, sebagai contoh: sibuk karena kegiatan sehari-hari sehingga tidak ada waktu membuat proposal penelitian, malas belajar bahasa Inggris, atau memiliki pemikiran masih ada hari esok alias menunda-nunda. Tapi Bhayu berhasil berjuang melewatinya dan yang penting adalah tidak melupakan niat awal sehingga jalan sulit apapun dapat ditempuh (tulisan tentang beasiswa akan Bhayu ceritakan di artikel berikutnya).
Singkat cerita perjuangan Bhayu sampai di Inggris berhasil Bhayu capai dengan beasiswa Kementerian RISTEK dan DIKTI. Namun demikian, perjuangan Bhayu ternyata belum berakhir. Mereka harus berjuang untuk mencari sekolah anak-anak termasuk anak kedua yang lahir sebelum Bhayu berangkat keluar negeri (maunya ditahan supaya bisa dapat sertifikat kelahiran Inggris tapi ternyata anak Bhayu lebih cinta Indonesia).
Berjuang untuk mencari tambahan biaya hidup dengan bekerja apapun yang penting halal karena beasiswa student tidak mencukupi untuk menghidupi satu keluarga. Berjuang menulis setiap hari, karena lebih enak nonton film dengan internet yang super kencang, dan masih banyak perjuangan yang lain yang Bhayu rasa tidak akan pernah habis. Namun demikian, sampai saat ini mereka bisa survive dengan impian awal dan tidak terasa tahun ini adalah tahun ketiga tinggal di luar negeri.
---------- SPLIT TEXT ----------
Pendidikan S3 Bhayu hampir selesai (semoga), anak-anak fasih berbahasa Inggris (tidak belepotan seperti orang tuanya), dan mereka harus kembali berjuang lagi untuk memikirkan sekolah anak-anak ketika mereka kembali ke Indonesia. Perjuangan hidup tidak akan pernah selesai, lagipula orang tua Bhayu pernah berkata bahwa semua jerih payah tidak akan sia-sia apalagi untuk pendidikan karena pendidikan adalah materi hidup yang tidak akan habis dan melekat selamanya.
Keinginan sekecil apapun harus diperoleh dengan perjuangan contohnya, untuk berangkat kerja atau ke sekolah pun harus berjuang bangun dari tidur, mandi dan konsentrasi dalam perjalanan. Meskipun kadang terasa lelah karena perjuangan sepertinya tiada akhir. Namun Rhenald Khasali pernah berkata bahwa perjuangan hidup seperti mengayuh sepeda denngan dua pillihan, santai dengan memilih jalan menurun menuju jurang atau berjuang keras untuk menuju puncak.
Perjuangan itu dapat dimulai dengan niat karena dengan adanya niat, maka salah satu komponen ‘mestakung’ (semesta mendukung) sudah terpenuhi. Semoga kita semua mau untuk selalu berjuang dan tidak membiarkan hidup kita mengalir apa adanya karena kadang aliran air tidak mengalir ke laut tetapi mengalir ke septic tank! (ans)